Buku Literasi Digital (Materi Pendukung Gerakan Literasi Nasional)
Kamis, 15 Februari 2018
Edit
Berikut ini adalah berkas Buku Literasi Digital yang merupakan salah satu Materi Pendukung Gerakan Literasi Nasional). Buku ini diterbitkan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Tahun 2017. Download file buku format PDF.
Buku Literasi Digital (Materi Pendukung Gerakan Literasi Nasional) |
Buku Literasi Digital (Materi Pendukung Gerakan Literasi Nasional)
Berikut ini kutipan teks/keterangan dari isi berkas Buku Literasi Digital (Materi Pendukung Gerakan Literasi Nasional):
SAMBUTAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
Sejarah peradaban umat manusia menunjukkan bahwa bangsa yang maju tidak dibangun hanya dengan mengandalkan kekayaan alam yang melimpah dan jumlah penduduk yang banyak. Bangsa yang besar ditandai dengan masyarakatnya yang literat, yang memiliki peradaban tinggi, dan aktif memajukan masyarakat dunia. Keberliterasian dalam konteks ini bukan hanya masalah bagaimana suatu bangsa bebas dari buta aksara, melainkan juga yang lebih penting, bagaimana warga bangsa memiliki kecakapan hidup agar mampu bersaing dan bersanding dengan bangsa lain untuk menciptakan kesejahteraan dunia. Dengan kata lain, bangsa dengan budaya literasi tinggi menunjukkan kemampuan bangsa tersebut berkolaborasi, berpikir kritis, kreatif, komunikatif sehingga dapat memenangi persaingan global.
Sebagai bangsa yang besar, Indonesia harus mampu mengembangkan budaya literasi sebagai prasyarat kecakapan hidup abad ke-21 melalui pendidikan yang terintegrasi, mulai dari keluarga, sekolah, sampai dengan masyarakat. Penguasaan enam literasi dasar yang disepakati oleh World Economic Forum pada tahun 2015 menjadi sangat penting tidak hanya bagi peserta didik, tetapi juga bagi orang tua dan seluruh warga masyarakat. Enam literasi dasar tersebut mencakup literasi baca tulis, literasi numerasi, literasi sains, literasi digital, literasi finansial, dan literasi budaya dan kewargaan.
Pintu masuk untuk mengembangkan budaya literasi bangsa adalah melalui penyediaan bahan bacaan dan peningkatan minat baca anak. Sebagai bagian penting dari penumbuhan budi pekerti, minat baca anak perlu dipupuk sejak usia dini mulai dari lingkungan keluarga. Minat baca yang tinggi, didukung dengan ketersediaan bahan bacaan yang bermutu dan terjangkau, akan mendorong pembiasaan membaca dan menulis, baik di sekolah maupun di masyarakat. Dengan kemampuan membaca ini pula literasi dasar berikutnya (numerasi, sains, digital, finansial, serta budaya dan kewargaan) dapat ditumbuhkembangkan.
Untuk membangun budaya literasi pada seluruh ranah pendidikan (keluarga, sekolah, dan masyarakat), sejak tahun 2016 Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menggiatkan Gerakan Literasi Nasional (GLN) sebagai bagian dari implementasi Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 23 Tahun 2015 tentang Penumbuhan Budi Pekerti. Layaknya suatu gerakan, pelaku GLN tidak didominasi oleh jajaran Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, tetapi digiatkan pula oleh para pemangku kepentingan, seperti pegiat literasi, akademisi, organisasi profesi, dunia usaha, dan kementerian/ lembaga lain. Pelibatan ekosistem pendidikan sejak penyusunan konsep, kebijakan, penyediaan materi pendukung, sampai pada kampanye literasi sangat penting agar kebijakan yang dilaksanakan sesuai dengan harapan dan kebutuhan masyarakat. GLN diharapkan menjadi pendukung keluarga, sekolah, dan masyarakat mulai dari perkotaan sampai ke wilayah terjauh untuk berperan aktif dalam menumbuhkan budaya literasi.
Buku Peta Jalan, Panduan, Modul dan Pedoman Pelatihan Fasilitator, Pedoman Penilaian dan Evaluasi, dan Materi Pendukung Gerakan Literasi Nasional ini diterbitkan sebagai rujukan untuk mewujudkan ekosistem yang kaya literasi di seluruh wilayah Indonesia. Penghargaan yang tinggi saya sampaikan kepada tim GLN dan semua pihak yang terlibat dalam penyusunan buku ini. Semoga buku ini tidak hanya bermanfaat bagi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan selaku penggerak dan pelakunya, tetapi juga bagi masyarakat dan seluruh pemangku kepentingan dalam upaya membangun budaya literasi.
Jakarta, September 2017
Muhadjir Effendy
DAFTAR ISI
SAMBUTAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
BAB 1 MENYIAPKAN GENERASI INDONESIA ABAD XXI
1.1 Tantangan dan Peluang
1.2 Pentingnya Literasi Digital
BAB 2 LITERASI DIGITAL SEBAGAI KECAKAPAN HIDUP
2.1 Pengertian Literasi Digital
SAMBUTAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
Sejarah peradaban umat manusia menunjukkan bahwa bangsa yang maju tidak dibangun hanya dengan mengandalkan kekayaan alam yang melimpah dan jumlah penduduk yang banyak. Bangsa yang besar ditandai dengan masyarakatnya yang literat, yang memiliki peradaban tinggi, dan aktif memajukan masyarakat dunia. Keberliterasian dalam konteks ini bukan hanya masalah bagaimana suatu bangsa bebas dari buta aksara, melainkan juga yang lebih penting, bagaimana warga bangsa memiliki kecakapan hidup agar mampu bersaing dan bersanding dengan bangsa lain untuk menciptakan kesejahteraan dunia. Dengan kata lain, bangsa dengan budaya literasi tinggi menunjukkan kemampuan bangsa tersebut berkolaborasi, berpikir kritis, kreatif, komunikatif sehingga dapat memenangi persaingan global.
Sebagai bangsa yang besar, Indonesia harus mampu mengembangkan budaya literasi sebagai prasyarat kecakapan hidup abad ke-21 melalui pendidikan yang terintegrasi, mulai dari keluarga, sekolah, sampai dengan masyarakat. Penguasaan enam literasi dasar yang disepakati oleh World Economic Forum pada tahun 2015 menjadi sangat penting tidak hanya bagi peserta didik, tetapi juga bagi orang tua dan seluruh warga masyarakat. Enam literasi dasar tersebut mencakup literasi baca tulis, literasi numerasi, literasi sains, literasi digital, literasi finansial, dan literasi budaya dan kewargaan.
Pintu masuk untuk mengembangkan budaya literasi bangsa adalah melalui penyediaan bahan bacaan dan peningkatan minat baca anak. Sebagai bagian penting dari penumbuhan budi pekerti, minat baca anak perlu dipupuk sejak usia dini mulai dari lingkungan keluarga. Minat baca yang tinggi, didukung dengan ketersediaan bahan bacaan yang bermutu dan terjangkau, akan mendorong pembiasaan membaca dan menulis, baik di sekolah maupun di masyarakat. Dengan kemampuan membaca ini pula literasi dasar berikutnya (numerasi, sains, digital, finansial, serta budaya dan kewargaan) dapat ditumbuhkembangkan.
Untuk membangun budaya literasi pada seluruh ranah pendidikan (keluarga, sekolah, dan masyarakat), sejak tahun 2016 Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menggiatkan Gerakan Literasi Nasional (GLN) sebagai bagian dari implementasi Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 23 Tahun 2015 tentang Penumbuhan Budi Pekerti. Layaknya suatu gerakan, pelaku GLN tidak didominasi oleh jajaran Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, tetapi digiatkan pula oleh para pemangku kepentingan, seperti pegiat literasi, akademisi, organisasi profesi, dunia usaha, dan kementerian/ lembaga lain. Pelibatan ekosistem pendidikan sejak penyusunan konsep, kebijakan, penyediaan materi pendukung, sampai pada kampanye literasi sangat penting agar kebijakan yang dilaksanakan sesuai dengan harapan dan kebutuhan masyarakat. GLN diharapkan menjadi pendukung keluarga, sekolah, dan masyarakat mulai dari perkotaan sampai ke wilayah terjauh untuk berperan aktif dalam menumbuhkan budaya literasi.
Buku Peta Jalan, Panduan, Modul dan Pedoman Pelatihan Fasilitator, Pedoman Penilaian dan Evaluasi, dan Materi Pendukung Gerakan Literasi Nasional ini diterbitkan sebagai rujukan untuk mewujudkan ekosistem yang kaya literasi di seluruh wilayah Indonesia. Penghargaan yang tinggi saya sampaikan kepada tim GLN dan semua pihak yang terlibat dalam penyusunan buku ini. Semoga buku ini tidak hanya bermanfaat bagi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan selaku penggerak dan pelakunya, tetapi juga bagi masyarakat dan seluruh pemangku kepentingan dalam upaya membangun budaya literasi.
Jakarta, September 2017
Muhadjir Effendy
DAFTAR ISI
SAMBUTAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
BAB 1 MENYIAPKAN GENERASI INDONESIA ABAD XXI
1.1 Tantangan dan Peluang
1.2 Pentingnya Literasi Digital
BAB 2 LITERASI DIGITAL SEBAGAI KECAKAPAN HIDUP
2.1 Pengertian Literasi Digital
2.2 Prinsip Dasar Pengembangan Literasi Digital
2.3 Indikator Literasi Digital
2.3.1 Indikator Literasi Digital di Sekolah
2.3.2 Indikator Literasi Digital di Keluarga
2.3.3 Indikator Literasi Digital di Masyarakat
BAB 3 GERAKAN LITERASI DIGITAL DI SEKOLAH
3.1 Sasaran Gerakan Literasi Digital di Sekolah
BAB 3 GERAKAN LITERASI DIGITAL DI SEKOLAH
3.1 Sasaran Gerakan Literasi Digital di Sekolah
3.2 Strategi Gerakan Literasi Digital di Sekolah
3.2.1 Penguatan Kapasitas Fasilitator
3.2.2 Peningkatan Jumlah dan Ragam Sumber Belajar Bermutu
3.2.3 Perluasan Akses Sumber Belajar dan Cakupan Peserta Belajar
3.2.4 Peningkatan Pelibatan Publik
3.2.5 Penguatan Tata Kelola
BAB 4 GERAKAN LITERASI DIGITAL DI KELUARGA
4.1 Sasaran Gerakan Literasi Digitaldi Keluarga
4.2 Strategi Gerakan Literasi Digital di Keluarga
4.2.1 Penguatan Kapasitas Fasilitator
4.2.2 Peningkatan Jumlah dan Ragam Belajar Bermutu
BAB 4 GERAKAN LITERASI DIGITAL DI KELUARGA
4.1 Sasaran Gerakan Literasi Digitaldi Keluarga
4.2 Strategi Gerakan Literasi Digital di Keluarga
4.2.1 Penguatan Kapasitas Fasilitator
4.2.2 Peningkatan Jumlah dan Ragam Belajar Bermutu
4.2.3 Perluasan Akses Sumber Belajar Bermutu dan Cakupan Peserta Belajar
4.2.4 Peningkatan Pelibatan Publik
4.2.5 Penguatan Tata Kelola
BAB 5 GERAKAN LITERASI DIGITAL DI MASYARAKAT
BAB 5 GERAKAN LITERASI DIGITAL DI MASYARAKAT
5.1 Sasaran Gerakan Literasi Digital di Masyarakat
5.2 Strategi Gerakan Literasi Digital di Masyarakat
5.2.1 Penguatan Kapasitas Fasilitator
5.2.2 Peningkatan Jumlah dan Ragam Sumber Belajar Bermutu
5.2.3 Perluasan Akses Internet di Ruang Publik
5.2.4 Peningkatan Pelibatan Publik
5.2.5 Penguatan Tata Kelola
BAB 6 PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA
BAB 1 MENYIAPKAN GENERASI INDONESIA ABAD XXI
1.1 Tantangan dan Peluang
Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah pengguna internet terbesar di dunia. Menurut hasil riset yang dilakukan oleh Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) bersama dengan Pusat Kajian Komunikasi (Puskakom) Universitas Indonesia, total jumlah pengguna Internet di Indonesia per awal 2015 adalah 88,1 juta orang. Akan tetapi, sesuai dengan riset yang dilansir oleh wearesocial.sg pada tahun 2017 tercatat ada sebanyak 132 juta pengguna internet di Indonesia dan angka ini tumbuh sebanyak 51 persen dalam kurun waktu satu tahun.
Perkembangan dunia digital dapat menimbulkan dua sisi yang berlawanan dalam kaitannya dengan pengembangan literasi digital. Berkembangnya peralatan digital dan akses akan informasi dalam bentuk digital mempunyai tantangan sekaligus peluang. Salah satu kehawatiran yang muncul adalah jumlah generasi muda yang mengakses internet sangat besar, yaitu kurang lebih 70 juta orang. Mereka menghabiskan waktu mereka untuk berinternet, baik melalui telepon genggam, komputer personal, atau laptop, mendekati 5 jam per harinya. Tingginya penetrasi internet bagi generasi muda tentu meresahkan banyak pihak dan fakta menunjukkan bahwa data akses anak Indonesia terhadap konten berbau pornografi per hari rata-rata mencapai 25 ribu orang (Republika, 2017). Belum lagi perilaku berinternet yang tidak sehat, ditunjukkan dengan menyebarnya berita atau informasi hoaks, ujaran kebencian, dan intoleransi di media sosial. Hal-hal tersebut tentu menjadi tantangan besar bagi orang tua, yang mempunyai tanggung jawab dan peran penting dalam mempersiapkan generasi abad ke-21, generasi yang memiliki kompetensi digital.
Hasil riset yang dilansir oleh Mitchell Kapoor menunjukkan bahwa generasi muda yang memiliki keahlian untuk mengakses media digital, saat ini belum mengimbangi kemampuannya menggunakan media digital untuk kepentingan memperoleh informasi pengembangan diri. Hal ini juga tidak didukung dengan bertambahnya materi/informasi yang disajikan di media digital yang sangat beragam jenis, relevansi, dan validasinya (Hagel, 2012). Di Indonesia saat ini, perkembangan jumlah media tercatat meningkat pesat, yakni mencapai sekitar 43.400, sedangkan yang terdaftar di Dewan Pers hanya sekitar 243 media. Dengan demikian, masyarakat dengan mudah mendapatkan informasi dari berbagai media yang ada, terlepas dari resmi atau tidaknya berita tersebut (Kumparan, 2017). Hal ini terindikasi dari semakin merosotnya budaya baca masyarakat yang memang masih dalam tingkat yang rendah. Kehadiran berbagai gawai (gadget) yang bisa terhubung dengan jaringan internet mengalihkan perhatian orang dari buku ke gawai yang mereka miliki.
Di sisi lain, perkembangan media digital memberikan peluang, seperti meningkatnya peluang bisnis e-commerce, lahirnya lapangan kerja baru berbasis media digital, dan pengembangan kemampuan literasi tanpa menegasikan teks berbasis cetak. Perkembangan pesat dunia digital yang dapat dimanfaatkan adalah munculnya ekonomi kreatif dan usaha-usaha baru untuk menciptakan lapangan pekerjaan. Indonesia merupakan salah satu pengguna internet terbesar di dunia dan pemerintah melihat ini sebagai peluang untuk menciptakan 1.000 technopreneurs dengan nilai bisnis sebesar USD 10 miliar dengan nilai e-commerce mencapai USD 130 miliar pada tahun 2020. Pemanfaatan e-commerce memberikan kesempatan kepada perusahaan untuk meningkatkan pemasaran barang dan jasa secara global, mengurangi waktu dan biaya promosi dari barang dan jasa yang dipasarkan karena tersedianya informasi secara menyeluruh di internet sepanjang waktu. Selain itu, jenis lapangan pekerjaan yang memanfaatkan dunia digital semakin bertambah, seperti ojek atau taksi daring, media sosial analisis, dan pemasaran media sosial.
Selain itu, peralatan dan jaringan internet yang ada bisa dijadikan media yang dapat membantu mereka untuk mengembangkan kemampuan literasi mereka tanpa menegasikan teks berbasis cetak. Justru digitalisasi bisa dijadikan media perantara untuk menuju praktik literasi yang dapat menghasilkan teks berbasis cetak. Sebagai contoh, kegiatan menulis di blog pribadi bisa diarahkan untuk mengumpulkan tulisan untuk kemudian bisa dicetak menjadi buku yang berisi kumpulan tulisan dengan tema tertentu yang diambil dari blog pribadi. Kalangan muda yang gemar menulis di jejaring sosial bisa diarahkan untuk berlatih menulis dan mengemukakan gagasan tentang sesuatu yang dekat dengan mereka.
1.2 Pentingnya Literasi DigitalSejak zaman dahulu, literasi sudah menjadi bagian dari kehidupan dan perkembangan manusia, dari zaman prasejarah hingga zaman modern. Pada zaman prasejarah manusia hanya membaca tanda- tanda alam untuk berburu dan mempertahankan diri. Mereka menulis simbol-simbol dan gambar buruannya pada dinding gua. Seiring dengan perubahan waktu, berkembanglah taraf kehidupan manusia, dari tidak mengenal tulisan hingga melahirkan pemikiran untuk membuat kode- kode dengan angka dan huruf sehingga manusia dikatakan makhluk yang mampu berpikir. Pemikiran tersebut akhirnya melahirkan suatu kebudayaan. Proses perkembangan literasi berasal dari mulai dikenalnya tulisan yang pada saat itu menggunakan perkamen sebagai media untuk menulis. Perkamen adalah alat tulis pengganti kertas yang dibuat dari kulit binatang (seperti biri-biri, kambing, atau keledai). Perkamen biasanya digunakan untuk halaman buku, codex, atau manuskrip yang digunakan oleh masyarakat dunia pada sekitar 550 sebelum Masehi.
Pada awal 5 Masehi interaksi manusia dalam proses literasi sudah mengenal salin tukar informasi melalui pos merpati. Seiring waktu dan perkembangan teknologi, misalnya, ditemukan mesin cetak, kertas, kamera, dan peningkatan ilmu jurnalistik. Koran sudah dikenal dan menjadi salah satu media untuk penyebarluasan informasi. Kebutuhan akan informasi yang cepat membuat transisi teknologi semakin pesat. Pada tahun 1837 ditemukan telegram, fasilitas yang digunakan untuk menyampaikan informasi jarak jauh dengan cepat, akurat, dan terdokumentasi. Telegram berisi kombinasi kode (sandi morse) yang ditransmisikan dengan alat yang disebut telegraf. Tahun 1867, Alexander Graham Bell menemukan telepon; telepon berasal dari dua kata, yakni tele ‘jauh‘ dan phone ‘suara‘ sehingga telepon berarti sebuah alat komunikasi berupa suara jarak jauh. Kebutuhan akan informasi yang sangat cepat membuat persaingan dan inovasi yang luar biasa di dunia digital. Pada awal tahun 1900-an, radio dan televisi menjadi idola masyarakat dunia, seiring dengan peningkatan dan perkembangan berbagai teknologi audio visual. Proses menampilkan informasi ternyata tidak cukup memenuhi kebutuhan masyarakat saat itu. Kebutuhan alat untuk membuat, mendesain, mengolah, dan menyimpan data dan informasi sangat ditunggu, sehingga pada tahun 1941 ditemukanlah komputer.
Perkembangan teknologi tidak hanya berbentuk komputer (perangkat keras), tetapi juga berupa kemajuan yang pesat juga terjadi pada sisi perangkat lunak. Pada awal pemakaian komputer, aplikasi yang digunakan berbasis teks. Sejak ditemukannya sistem operasi windows, yang mempunyai aksesibilitas yang ramah pengguna, mulailah bermunculan aplikasi pendukung yang dapat dimanfaatkan untuk media digital. Laptop yang saat ini banyak beredar menjawab kebutuhan masyarakat di dunia berupa kemudahan mobillitas. Saat ini pun pemakaian laptop mulai tergantikan oleh penggunaan gawai dalam pemanfaatan media digital yang juga seiring dengan peningkatan jaringan internet yang luar biasa.
Setiap individu perlu memahami bahwa literasi digital merupakan hal penting yang dibutuhkan untuk dapat berpartisipasi di dunia modern sekarang ini. Literasi digital sama pentingnya dengan membaca, menulis, berhitung, dan disiplin ilmu lainnya. Generasi yang tumbuh dengan akses yang tidak terbatas dalam teknologi digital mempunyai pola berpikir yang berbeda dengan generasi sebelumnya. Setiap orang hendaknya dapat bertanggung jawab terhadap bagaimana menggunakan teknologi untuk berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya. Teknologi digital memungkinkan orang untuk berinteraksi dan berkomunikasi dengan keluarga dan teman dalam kehidupan sehari-hari. Sayangnya, dunia maya saat ini semakin dipenuhi konten berbau berita bohong, ujaran kebencian, dan radikalisme, bahkan praktik-praktik penipuan. Keberadaan konten negatif yang merusak ekosistem digital saat ini hanya bisa ditangkal dengan membangun kesadaran dari tiap-tiap individu.
Menjadi literat digital berarti dapat memproses berbagai informasi, dapat memahami pesan dan berkomunikasi efektif dengan orang lain dalam berbagai bentuk. Dalam hal ini, bentuk yang dimaksud termasuk menciptakan, mengolaborasi, mengomunikasikan, dan bekerja sesuai dengan aturan etika, dan memahami kapan dan bagaimana teknologi harus digunakan agar efektif untuk mencapai tujuan. Termasuk juga kesadaran dan berpikir kritis terhadap berbagai dampak positif dan negatif yang mungkin terjadi akibat penggunaan teknologi dalam kehidupan sehari-hari. Memacu individu untuk beralih dari konsumen informasi yang pasif menjadi produsen aktif, baik secara individu maupun sebagai bagian dari komunitas. Jika generasi muda kurang menguasai kompetensi digital, hal ini sangat berisiko bagi mereka untuk tersisih dalam persaingan memperoleh pekerjaan, partisipasi demokrasi, dan interaksi sosial.
Literasi digital akan menciptakan tatanan masyarakat dengan pola pikir dan pandangan yang kritis-kreatif. Mereka tidak akan mudah termakan oleh isu yang provokatif, menjadi korban informasi hoaks, atau korban penipuan yang berbasis digital. Dengan demikian, kehidupan sosial dan budaya masyarakat akan cenderung aman dan kondusif. Membangun budaya literasi digital perlu melibatkan peran aktif masyarakat secara bersama-sama. Keberhasilan membangun literasi digital merupakan salah satu indikator pencapaian dalam bidang pendidikan dan kebudayaan.
BAB 2 LITERASI DIGITAL SEBAGAI KECAKAPAN HIDUP
2.1 Pengertian Literasi Digital
Menurut Paul Gilster dalam bukunya yang berjudul Digital Literacy (1997), literasi digital diartikan sebagai kemampuan untuk memahami dan menggunakan informasi dalam berbagai bentuk dari berbagai sumber yang sangat luas yang diakses melalui piranti komputer. Bawden (2001) menawarkan pemahaman baru mengenai literasi digital yang berakar pada literasi komputer dan literasi informasi. Literasi komputer berkembang pada dekade 1980-an, ketika komputer mikro semakin luas dipergunakan, tidak saja di lingkungan bisnis, tetapi juga di masyarakat. Namun, literasi informasi baru menyebar luas pada dekade 1990-an manakala informasi semakin mudah disusun, diakses, disebarluaskan melalui teknologi informasi berjejaring. Dengan demikian, mengacu pada pendapat Bawden, literasi digital lebih banyak dikaitkan dengan keterampilan teknis mengakses, merangkai, memahami, dan menyebarluaskan informasi.
Sementara itu, Douglas A.J. Belshaw dalam tesisnya What is ‘Digital Literacy‘? (2011) mengatakan bahwa ada delapan elemen esensial untuk mengembangkan literasi digital, yaitu sebagai berikut.
Aspek kultural, menurut Belshaw, menjadi elemen terpenting karena memahami konteks pengguna akan membantu aspek kognitif dalam menilai konten. Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa literasi digital adalah pengetahuan dan kecakapan untuk menggunakan media digital, alat-alat komunikasi, atau jaringan dalam menemukan, mengevaluasi, menggunakan, membuat informasi, dan memanfaatkannya secara sehat, bijak, cerdas, cermat, tepat, dan patuh hukum dalam rangka membina komunikasi dan interaksi dalam kehidupan sehari-hari.
2.2 Prinsip Dasar Pengembangan Literasi Digital
Menurut UNESCO konsep literasi digital menaungi dan menjadi landasan penting bagi kemampuan memahami perangkat-perangkat teknologi, informasi, dan komunikasi. Misalnya, dalam Literasi TIK (ICT Literacy) yang merujuk pada kemampuan teknis yang memungkinkan keterlibatan aktif dari komponen masyarakat sejalan dengan perkembangan budaya serta pelayanan publik berbasis digital.
Literasi TIK dijelaskan dengan dua sudut pandang. Pertama, Literasi Teknologi (Technological Literacy)—sebelumnya dikenal dengan sebutan Computer Literacy—merujuk pada pemahaman tentang teknologi digital termasuk di dalamnya pengguna dan kemampuan teknis. Kedua, menggunakan Literasi Informasi (Information Literacy). Literasi ini memfokuskan pada satu aspek pengetahuan, seperti kemampuan untuk memetakan, mengidentifikasi, mengolah, dan menggunakan informasi digital secara optimal.
Konsep literasi digital, sejalan dengan terminologi yang dikembangkan oleh UNESCO pada tahun 2011, yaitu merujuk pada serta tidak bisa dilepaskan dari kegiatan literasi, seperti membaca dan menulis, serta matematika yang berkaitan dengan pendidikan. Oleh karena itu, literasi digital merupakan kecakapan (life skills) yang tidak hanya melibatkan kemampuan menggunakan perangkat teknologi, informasi, dan komunikasi, tetapi juga kemampuan bersosialisasi, kemampuan dalam pembelajaran, dan memiliki sikap, berpikir kritis, kreatif, serta inspiratif sebagai kompetensi digital.
Prinsip dasar pengembangan literasi digital, antara lain, sebagai berikut;
1. Pemahaman
Prinsip pertama dari literasi digital adalah pemahaman sederhana yang meliputi kemampuan untuk mengekstrak ide secara implisit dan ekspilisit dari media.
BAB 6 PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA
BAB 1 MENYIAPKAN GENERASI INDONESIA ABAD XXI
1.1 Tantangan dan Peluang
Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah pengguna internet terbesar di dunia. Menurut hasil riset yang dilakukan oleh Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) bersama dengan Pusat Kajian Komunikasi (Puskakom) Universitas Indonesia, total jumlah pengguna Internet di Indonesia per awal 2015 adalah 88,1 juta orang. Akan tetapi, sesuai dengan riset yang dilansir oleh wearesocial.sg pada tahun 2017 tercatat ada sebanyak 132 juta pengguna internet di Indonesia dan angka ini tumbuh sebanyak 51 persen dalam kurun waktu satu tahun.
Perkembangan dunia digital dapat menimbulkan dua sisi yang berlawanan dalam kaitannya dengan pengembangan literasi digital. Berkembangnya peralatan digital dan akses akan informasi dalam bentuk digital mempunyai tantangan sekaligus peluang. Salah satu kehawatiran yang muncul adalah jumlah generasi muda yang mengakses internet sangat besar, yaitu kurang lebih 70 juta orang. Mereka menghabiskan waktu mereka untuk berinternet, baik melalui telepon genggam, komputer personal, atau laptop, mendekati 5 jam per harinya. Tingginya penetrasi internet bagi generasi muda tentu meresahkan banyak pihak dan fakta menunjukkan bahwa data akses anak Indonesia terhadap konten berbau pornografi per hari rata-rata mencapai 25 ribu orang (Republika, 2017). Belum lagi perilaku berinternet yang tidak sehat, ditunjukkan dengan menyebarnya berita atau informasi hoaks, ujaran kebencian, dan intoleransi di media sosial. Hal-hal tersebut tentu menjadi tantangan besar bagi orang tua, yang mempunyai tanggung jawab dan peran penting dalam mempersiapkan generasi abad ke-21, generasi yang memiliki kompetensi digital.
Hasil riset yang dilansir oleh Mitchell Kapoor menunjukkan bahwa generasi muda yang memiliki keahlian untuk mengakses media digital, saat ini belum mengimbangi kemampuannya menggunakan media digital untuk kepentingan memperoleh informasi pengembangan diri. Hal ini juga tidak didukung dengan bertambahnya materi/informasi yang disajikan di media digital yang sangat beragam jenis, relevansi, dan validasinya (Hagel, 2012). Di Indonesia saat ini, perkembangan jumlah media tercatat meningkat pesat, yakni mencapai sekitar 43.400, sedangkan yang terdaftar di Dewan Pers hanya sekitar 243 media. Dengan demikian, masyarakat dengan mudah mendapatkan informasi dari berbagai media yang ada, terlepas dari resmi atau tidaknya berita tersebut (Kumparan, 2017). Hal ini terindikasi dari semakin merosotnya budaya baca masyarakat yang memang masih dalam tingkat yang rendah. Kehadiran berbagai gawai (gadget) yang bisa terhubung dengan jaringan internet mengalihkan perhatian orang dari buku ke gawai yang mereka miliki.
Di sisi lain, perkembangan media digital memberikan peluang, seperti meningkatnya peluang bisnis e-commerce, lahirnya lapangan kerja baru berbasis media digital, dan pengembangan kemampuan literasi tanpa menegasikan teks berbasis cetak. Perkembangan pesat dunia digital yang dapat dimanfaatkan adalah munculnya ekonomi kreatif dan usaha-usaha baru untuk menciptakan lapangan pekerjaan. Indonesia merupakan salah satu pengguna internet terbesar di dunia dan pemerintah melihat ini sebagai peluang untuk menciptakan 1.000 technopreneurs dengan nilai bisnis sebesar USD 10 miliar dengan nilai e-commerce mencapai USD 130 miliar pada tahun 2020. Pemanfaatan e-commerce memberikan kesempatan kepada perusahaan untuk meningkatkan pemasaran barang dan jasa secara global, mengurangi waktu dan biaya promosi dari barang dan jasa yang dipasarkan karena tersedianya informasi secara menyeluruh di internet sepanjang waktu. Selain itu, jenis lapangan pekerjaan yang memanfaatkan dunia digital semakin bertambah, seperti ojek atau taksi daring, media sosial analisis, dan pemasaran media sosial.
Selain itu, peralatan dan jaringan internet yang ada bisa dijadikan media yang dapat membantu mereka untuk mengembangkan kemampuan literasi mereka tanpa menegasikan teks berbasis cetak. Justru digitalisasi bisa dijadikan media perantara untuk menuju praktik literasi yang dapat menghasilkan teks berbasis cetak. Sebagai contoh, kegiatan menulis di blog pribadi bisa diarahkan untuk mengumpulkan tulisan untuk kemudian bisa dicetak menjadi buku yang berisi kumpulan tulisan dengan tema tertentu yang diambil dari blog pribadi. Kalangan muda yang gemar menulis di jejaring sosial bisa diarahkan untuk berlatih menulis dan mengemukakan gagasan tentang sesuatu yang dekat dengan mereka.
1.2 Pentingnya Literasi DigitalSejak zaman dahulu, literasi sudah menjadi bagian dari kehidupan dan perkembangan manusia, dari zaman prasejarah hingga zaman modern. Pada zaman prasejarah manusia hanya membaca tanda- tanda alam untuk berburu dan mempertahankan diri. Mereka menulis simbol-simbol dan gambar buruannya pada dinding gua. Seiring dengan perubahan waktu, berkembanglah taraf kehidupan manusia, dari tidak mengenal tulisan hingga melahirkan pemikiran untuk membuat kode- kode dengan angka dan huruf sehingga manusia dikatakan makhluk yang mampu berpikir. Pemikiran tersebut akhirnya melahirkan suatu kebudayaan. Proses perkembangan literasi berasal dari mulai dikenalnya tulisan yang pada saat itu menggunakan perkamen sebagai media untuk menulis. Perkamen adalah alat tulis pengganti kertas yang dibuat dari kulit binatang (seperti biri-biri, kambing, atau keledai). Perkamen biasanya digunakan untuk halaman buku, codex, atau manuskrip yang digunakan oleh masyarakat dunia pada sekitar 550 sebelum Masehi.
Pada awal 5 Masehi interaksi manusia dalam proses literasi sudah mengenal salin tukar informasi melalui pos merpati. Seiring waktu dan perkembangan teknologi, misalnya, ditemukan mesin cetak, kertas, kamera, dan peningkatan ilmu jurnalistik. Koran sudah dikenal dan menjadi salah satu media untuk penyebarluasan informasi. Kebutuhan akan informasi yang cepat membuat transisi teknologi semakin pesat. Pada tahun 1837 ditemukan telegram, fasilitas yang digunakan untuk menyampaikan informasi jarak jauh dengan cepat, akurat, dan terdokumentasi. Telegram berisi kombinasi kode (sandi morse) yang ditransmisikan dengan alat yang disebut telegraf. Tahun 1867, Alexander Graham Bell menemukan telepon; telepon berasal dari dua kata, yakni tele ‘jauh‘ dan phone ‘suara‘ sehingga telepon berarti sebuah alat komunikasi berupa suara jarak jauh. Kebutuhan akan informasi yang sangat cepat membuat persaingan dan inovasi yang luar biasa di dunia digital. Pada awal tahun 1900-an, radio dan televisi menjadi idola masyarakat dunia, seiring dengan peningkatan dan perkembangan berbagai teknologi audio visual. Proses menampilkan informasi ternyata tidak cukup memenuhi kebutuhan masyarakat saat itu. Kebutuhan alat untuk membuat, mendesain, mengolah, dan menyimpan data dan informasi sangat ditunggu, sehingga pada tahun 1941 ditemukanlah komputer.
Perkembangan teknologi tidak hanya berbentuk komputer (perangkat keras), tetapi juga berupa kemajuan yang pesat juga terjadi pada sisi perangkat lunak. Pada awal pemakaian komputer, aplikasi yang digunakan berbasis teks. Sejak ditemukannya sistem operasi windows, yang mempunyai aksesibilitas yang ramah pengguna, mulailah bermunculan aplikasi pendukung yang dapat dimanfaatkan untuk media digital. Laptop yang saat ini banyak beredar menjawab kebutuhan masyarakat di dunia berupa kemudahan mobillitas. Saat ini pun pemakaian laptop mulai tergantikan oleh penggunaan gawai dalam pemanfaatan media digital yang juga seiring dengan peningkatan jaringan internet yang luar biasa.
Setiap individu perlu memahami bahwa literasi digital merupakan hal penting yang dibutuhkan untuk dapat berpartisipasi di dunia modern sekarang ini. Literasi digital sama pentingnya dengan membaca, menulis, berhitung, dan disiplin ilmu lainnya. Generasi yang tumbuh dengan akses yang tidak terbatas dalam teknologi digital mempunyai pola berpikir yang berbeda dengan generasi sebelumnya. Setiap orang hendaknya dapat bertanggung jawab terhadap bagaimana menggunakan teknologi untuk berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya. Teknologi digital memungkinkan orang untuk berinteraksi dan berkomunikasi dengan keluarga dan teman dalam kehidupan sehari-hari. Sayangnya, dunia maya saat ini semakin dipenuhi konten berbau berita bohong, ujaran kebencian, dan radikalisme, bahkan praktik-praktik penipuan. Keberadaan konten negatif yang merusak ekosistem digital saat ini hanya bisa ditangkal dengan membangun kesadaran dari tiap-tiap individu.
Menjadi literat digital berarti dapat memproses berbagai informasi, dapat memahami pesan dan berkomunikasi efektif dengan orang lain dalam berbagai bentuk. Dalam hal ini, bentuk yang dimaksud termasuk menciptakan, mengolaborasi, mengomunikasikan, dan bekerja sesuai dengan aturan etika, dan memahami kapan dan bagaimana teknologi harus digunakan agar efektif untuk mencapai tujuan. Termasuk juga kesadaran dan berpikir kritis terhadap berbagai dampak positif dan negatif yang mungkin terjadi akibat penggunaan teknologi dalam kehidupan sehari-hari. Memacu individu untuk beralih dari konsumen informasi yang pasif menjadi produsen aktif, baik secara individu maupun sebagai bagian dari komunitas. Jika generasi muda kurang menguasai kompetensi digital, hal ini sangat berisiko bagi mereka untuk tersisih dalam persaingan memperoleh pekerjaan, partisipasi demokrasi, dan interaksi sosial.
Literasi digital akan menciptakan tatanan masyarakat dengan pola pikir dan pandangan yang kritis-kreatif. Mereka tidak akan mudah termakan oleh isu yang provokatif, menjadi korban informasi hoaks, atau korban penipuan yang berbasis digital. Dengan demikian, kehidupan sosial dan budaya masyarakat akan cenderung aman dan kondusif. Membangun budaya literasi digital perlu melibatkan peran aktif masyarakat secara bersama-sama. Keberhasilan membangun literasi digital merupakan salah satu indikator pencapaian dalam bidang pendidikan dan kebudayaan.
BAB 2 LITERASI DIGITAL SEBAGAI KECAKAPAN HIDUP
2.1 Pengertian Literasi Digital
Menurut Paul Gilster dalam bukunya yang berjudul Digital Literacy (1997), literasi digital diartikan sebagai kemampuan untuk memahami dan menggunakan informasi dalam berbagai bentuk dari berbagai sumber yang sangat luas yang diakses melalui piranti komputer. Bawden (2001) menawarkan pemahaman baru mengenai literasi digital yang berakar pada literasi komputer dan literasi informasi. Literasi komputer berkembang pada dekade 1980-an, ketika komputer mikro semakin luas dipergunakan, tidak saja di lingkungan bisnis, tetapi juga di masyarakat. Namun, literasi informasi baru menyebar luas pada dekade 1990-an manakala informasi semakin mudah disusun, diakses, disebarluaskan melalui teknologi informasi berjejaring. Dengan demikian, mengacu pada pendapat Bawden, literasi digital lebih banyak dikaitkan dengan keterampilan teknis mengakses, merangkai, memahami, dan menyebarluaskan informasi.
Sementara itu, Douglas A.J. Belshaw dalam tesisnya What is ‘Digital Literacy‘? (2011) mengatakan bahwa ada delapan elemen esensial untuk mengembangkan literasi digital, yaitu sebagai berikut.
- Kultural, yaitu pemahaman ragam konteks pengguna dunia digital;
- Kognitif, yaitu daya pikir dalam menilai konten;
- Konstruktif, yaitu reka cipta sesuatu yang ahli dan aktual;
- Komunikatif, yaitu memahami kinerja jejaring dan komunikasi di dunia digital;
- Kepercayaan diri yang bertanggung jawab;
- Kreatif, melakukan hal baru dengan cara baru;
- Kritis dalam menyikapi konten; dan
- Bertanggung jawab secara sosial.
2.2 Prinsip Dasar Pengembangan Literasi Digital
Menurut UNESCO konsep literasi digital menaungi dan menjadi landasan penting bagi kemampuan memahami perangkat-perangkat teknologi, informasi, dan komunikasi. Misalnya, dalam Literasi TIK (ICT Literacy) yang merujuk pada kemampuan teknis yang memungkinkan keterlibatan aktif dari komponen masyarakat sejalan dengan perkembangan budaya serta pelayanan publik berbasis digital.
Literasi TIK dijelaskan dengan dua sudut pandang. Pertama, Literasi Teknologi (Technological Literacy)—sebelumnya dikenal dengan sebutan Computer Literacy—merujuk pada pemahaman tentang teknologi digital termasuk di dalamnya pengguna dan kemampuan teknis. Kedua, menggunakan Literasi Informasi (Information Literacy). Literasi ini memfokuskan pada satu aspek pengetahuan, seperti kemampuan untuk memetakan, mengidentifikasi, mengolah, dan menggunakan informasi digital secara optimal.
Konsep literasi digital, sejalan dengan terminologi yang dikembangkan oleh UNESCO pada tahun 2011, yaitu merujuk pada serta tidak bisa dilepaskan dari kegiatan literasi, seperti membaca dan menulis, serta matematika yang berkaitan dengan pendidikan. Oleh karena itu, literasi digital merupakan kecakapan (life skills) yang tidak hanya melibatkan kemampuan menggunakan perangkat teknologi, informasi, dan komunikasi, tetapi juga kemampuan bersosialisasi, kemampuan dalam pembelajaran, dan memiliki sikap, berpikir kritis, kreatif, serta inspiratif sebagai kompetensi digital.
Prinsip dasar pengembangan literasi digital, antara lain, sebagai berikut;
1. Pemahaman
Prinsip pertama dari literasi digital adalah pemahaman sederhana yang meliputi kemampuan untuk mengekstrak ide secara implisit dan ekspilisit dari media.
2. Saling Ketergantungan
Prinsip kedua dari literasi digital adalah saling ketergantungan yang dimaknai bagaimana suatu bentuk media berhubungan dengan yang lain secara potensi, metaforis, ideal, dan harfiah. Dahulu jumlah media yang sedikit dibuat dengan tujuan untuk mengisolasi dan penerbitan menjadi lebih mudah daripada sebelumnya. Sekarang ini dengan begitu banyaknya jumlah media, bentuk-bentuk media diharapkan tidak hanya sekadar berdampingan, tetapi juga saling melengkapi satu sama lain.
3. Faktor Sosial
Berbagi tidak hanya sekadar sarana untuk menunjukkan identitas pribadi atau distribusi informasi, tetapi juga dapat membuat pesan tersendiri. Siapa yang membagikan informasi, kepada siapa informasi itu diberikan, dan melalui media apa informasi itu berikan tidak hanya dapat menentukan keberhasilan jangka panjang media itu sendiri, tetapi juga dapat membentuk ekosistem organik untuk mencari informasi, berbagi informasi, menyimpan informasi, dan akhirnya membentuk ulang media itu sendiri.
4. Kurasi
Berbicara tentang penyimpanan informasi, seperti penyimpanan konten pada media sosial melalui metode “save to read later” merupakan salah satu jenis literasi yang dihubungkan dengan kemampuan untuk memahami nilai dari sebuah informasi dan menyimpannya agar lebih mudah diakses dan dapat bermanfaat jangka panjang. Kurasi tingkat lanjut harus berpotensi sebagai kurasi sosial, seperti bekerja sama untuk menemukan, mengumpulkan, serta mengorganisasi informasi yang bernilai.
Pendekatan yang dapat dilakukan pada literasi digital mencakup dua aspek, yaitu pendekatan konseptual dan operasional. Pendekatan konseptual berfokus pada aspek perkembangan koginitif dan sosial emosional, sedangkan pendekatan operasional berfokus pada kemampuan teknis penggunaan media itu sendiri yang tidak dapat diabaikan.
Prinsip pengembangan literasi digital menurut Mayes dan Fowler (2006) bersifat berjenjang. Terdapat tiga tingkatan pada literasi digital. Pertama, kompetensi digital yang meliputi keterampilan, konsep, pendekatan, dan perilaku. Kedua, penggunaan digital yang merujuk pada pengaplikasian kompetensi digital yang berhubungan dengan konteks tertentu. Ketiga, transformasi digital yang membutuhkan kreativitas dan inovasi pada dunia digital.
2.3 Indikator Literasi Digital
2.3.1 Indikator Literasi Digital di Sekolah
1. Basis Kelas
a. Jumlah pelatihan literasi digital yang diikuti oleh kepala sekolah, guru, dan tenaga kependidikan;
b. Intensitas penerapan dan pemanfaatan literasi digital dalam kegiatan pembelajaran; dan
c. Tingkat pemahaman kepala sekolah, guru, tenaga kependidikan, dan siswa dalam menggunakan media digital dan internet.
2. Basis Budaya Sekolah
a. Jumlah dan variasi bahan bacaan dan alat peraga berbasis digital;
b. Frekuensi peminjaman buku bertema digital;
c. Jumlah kegiatan di sekolah yang memanfaatkan teknologi dan informasi;
d. Jumlah penyajian informasi sekolah dengan menggunakan media digital atau situs laman;
e. Jumlah kebijakan sekolah tentang penggunaan dan pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi di lingkungan sekolah; dan
f. Tingkat pemanfaatan dan penerapan teknologi informasi dan komunikasi dan komunikasi dalam hal layanan sekolah (misalnya, rapor-e, pengelolaan keuangan, dapodik, pemanfaatan data siswa, profil sekolah, dsb.)
3. Basis Masyarakat
a. Jumlah sarana dan prasarana yang mendukung literasi digital di sekolah; dan
b. Tingkat keterlibatan orang tua, komunitas, dan lembaga dalam pengembangan literasi digital.
2.3.2 Indikator Literasi Digital di Keluarga
2.3.3 Indikator Literasi Digital di Masyarakat
BAB 3 GERAKAN LITERASI DIGITAL DI SEKOLAH
3.1 Sasaran Gerakan Literasi Digital di Sekolah
Prinsip kedua dari literasi digital adalah saling ketergantungan yang dimaknai bagaimana suatu bentuk media berhubungan dengan yang lain secara potensi, metaforis, ideal, dan harfiah. Dahulu jumlah media yang sedikit dibuat dengan tujuan untuk mengisolasi dan penerbitan menjadi lebih mudah daripada sebelumnya. Sekarang ini dengan begitu banyaknya jumlah media, bentuk-bentuk media diharapkan tidak hanya sekadar berdampingan, tetapi juga saling melengkapi satu sama lain.
3. Faktor Sosial
Berbagi tidak hanya sekadar sarana untuk menunjukkan identitas pribadi atau distribusi informasi, tetapi juga dapat membuat pesan tersendiri. Siapa yang membagikan informasi, kepada siapa informasi itu diberikan, dan melalui media apa informasi itu berikan tidak hanya dapat menentukan keberhasilan jangka panjang media itu sendiri, tetapi juga dapat membentuk ekosistem organik untuk mencari informasi, berbagi informasi, menyimpan informasi, dan akhirnya membentuk ulang media itu sendiri.
4. Kurasi
Berbicara tentang penyimpanan informasi, seperti penyimpanan konten pada media sosial melalui metode “save to read later” merupakan salah satu jenis literasi yang dihubungkan dengan kemampuan untuk memahami nilai dari sebuah informasi dan menyimpannya agar lebih mudah diakses dan dapat bermanfaat jangka panjang. Kurasi tingkat lanjut harus berpotensi sebagai kurasi sosial, seperti bekerja sama untuk menemukan, mengumpulkan, serta mengorganisasi informasi yang bernilai.
Pendekatan yang dapat dilakukan pada literasi digital mencakup dua aspek, yaitu pendekatan konseptual dan operasional. Pendekatan konseptual berfokus pada aspek perkembangan koginitif dan sosial emosional, sedangkan pendekatan operasional berfokus pada kemampuan teknis penggunaan media itu sendiri yang tidak dapat diabaikan.
Prinsip pengembangan literasi digital menurut Mayes dan Fowler (2006) bersifat berjenjang. Terdapat tiga tingkatan pada literasi digital. Pertama, kompetensi digital yang meliputi keterampilan, konsep, pendekatan, dan perilaku. Kedua, penggunaan digital yang merujuk pada pengaplikasian kompetensi digital yang berhubungan dengan konteks tertentu. Ketiga, transformasi digital yang membutuhkan kreativitas dan inovasi pada dunia digital.
2.3 Indikator Literasi Digital
2.3.1 Indikator Literasi Digital di Sekolah
1. Basis Kelas
a. Jumlah pelatihan literasi digital yang diikuti oleh kepala sekolah, guru, dan tenaga kependidikan;
b. Intensitas penerapan dan pemanfaatan literasi digital dalam kegiatan pembelajaran; dan
c. Tingkat pemahaman kepala sekolah, guru, tenaga kependidikan, dan siswa dalam menggunakan media digital dan internet.
2. Basis Budaya Sekolah
a. Jumlah dan variasi bahan bacaan dan alat peraga berbasis digital;
b. Frekuensi peminjaman buku bertema digital;
c. Jumlah kegiatan di sekolah yang memanfaatkan teknologi dan informasi;
d. Jumlah penyajian informasi sekolah dengan menggunakan media digital atau situs laman;
e. Jumlah kebijakan sekolah tentang penggunaan dan pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi di lingkungan sekolah; dan
f. Tingkat pemanfaatan dan penerapan teknologi informasi dan komunikasi dan komunikasi dalam hal layanan sekolah (misalnya, rapor-e, pengelolaan keuangan, dapodik, pemanfaatan data siswa, profil sekolah, dsb.)
3. Basis Masyarakat
a. Jumlah sarana dan prasarana yang mendukung literasi digital di sekolah; dan
b. Tingkat keterlibatan orang tua, komunitas, dan lembaga dalam pengembangan literasi digital.
2.3.2 Indikator Literasi Digital di Keluarga
- Meningkatnya jumlah dan variasi bahan bacaan literasi digital yang dimiliki keluarga;
- Meningkatnya frekuensi membaca bahan bacaan literasi digital dalam keluarga setiap harinya;
- Meningkatnya jumlah bacaan literasi digital yang dibaca oleh anggota keluarga;
- Meningkatnya frekuensi akses anggota keluarga terhadap penggunaan internet secara bijak;
- Meningkatnya intensitas pemanfaatan media digital dalam berbagai kegiatan di keluarga; dan
- Jumlah pelatihan literasi digital yang aplikatif dan berdampak pada keluarga.
2.3.3 Indikator Literasi Digital di Masyarakat
- Meningkatnya jumlah dan variasi bahan bacaan literasi digital yang dimiliki setiap fasilitas publik;
- Meningkatnya frekuensi membaca bahan bacaan literasi digital setiap hari;
- Meningkatnya jumlah bahan bacaan literasi digital yang dibaca oleh masyarakat setiap hari;
- Meningkatnya jumlah partisipasi aktif komunitas, lembaga, atau instansi dalam penyediaan bahan bacaan literasi digital;
- Meningkatnya jumlah fasilitas publik yang mendukung literasi digital;
- Meningkatnya jumlah kegiatan literasi digital yang ada di masyarakat;
- Meningkatnya partisipasi aktif masyarakat dalam kegiatan literasi digital;
- Meningkatnya jumlah pelatihan literasi digital yang aplikatif dan berdampak pada masyarakat;
- Meningkatnya pemanfaatan media digital dan internet dalam memberikan akses informasi dan layanan publik;
- Meningkatnya pemahaman masyarakat terkait penggunaan internet dan UU ITE;
- Meningkatnya angka ketersediaan akses dan pengguna (melek) internet di suatu daerah; dan
- Meningkatnya jumlah pelatihan literasi digital yang aplikatif dan berdampak pada masyarakat.
BAB 3 GERAKAN LITERASI DIGITAL DI SEKOLAH
3.1 Sasaran Gerakan Literasi Digital di Sekolah
1. Basis Kelas
a. Meningkatnya jumlah pelatihan literasi digital yang diikuti kepala sekolah, guru, dan tenaga kependidikan;
b. Meningkatnya intensitas penerapan dan pemanfaatan literasi digital dalam kegiatan pembelajaran; dan
c. Meningkatnya pemahaman kepala sekolah, guru, tenaga kependidikan, dan siswa dalam menggunakan media digital dan internet.
2. Basis Budaya Sekolah
a. Jumlah dan variasi bahan bacaan dan alat peraga berbasis digital;
b. Frekuensi peminjaman buku bertema digital;
c. Jumlah kegiatan di sekolah yang memanfaatkan teknologi dan informasi;
d. Jumlah penyajian informasi sekolah dengan menggunakan media digital atau situs laman;
e. Jumlah kebijakan sekolah tentang penggunaan dan pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi dan komunikasi di lingkungan sekolah; dan
f. Tingkat pemanfaatan dan penerapan teknologi informasi dan komunikasi dan komunikasi dalam hal layanan sekolah (misalnya, rapor-e, pengelolaan keuangan, dapodik, pemanfaatan data siswa, profil sekolah, dsb.).
3. Basis Masyarakat
a. Jumlah sarana dan prasarana yang mendukung literasi digital di sekolah; dan
b. Tingkat keterlibatan orang tua, komunitas, dan lembaga dalam pengembangan literasi digital.
3.2 Strategi Gerakan Literasi Digital di SekolahLiterasi digital sekolah harus dikembangkan sebagai mekanisme pembelajaran terintegrasi dalam kurikulum atau setidaknya terkoneksi dengan sistem belajar mengajar. Siswa perlu ditingkatkan keterampilannya, guru perlu ditingkatkan pengetahuan dan kreativitasnya dalam proses pengajaran literasi digital, dan kepala sekolah perlu memfasilitasi guru atau tenaga kependidikan dalam mengembangkan budaya literasi digital sekolah.
3.2.1 Penguatan Kapasitas Fasilitator
Penguatan aktor atau fasilitator literasi di lingkungan sekolah ditekankan pada pelatihan kepala sekolah, pengawas, guru, dan tenaga kependidikan tentang literasi digital. Pelatihan-pelatihan tersebut terkait dengan penggunaan atau pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi dalam pengembangan sekolah, misalnya, kepala sekolah dan pengawas diberikan pelatihan tentang penggunaan media digital dalam manajemen sekolah, guru diberikan pelatihan tentang pemanfaatan media digital dalam pembelajaran, serta peserta didik didorong untuk menggunakan teknologi informasi dan komunikasi secara cerdas dan bijaksana. Pelatihan di sini juga ditekankan pada keteladanan yang diberikan oleh kepala sekolah, guru, dan tenaga kependidikan terkait dengan penerapan literasi digital di lingkungan sekolah.
3.2.2 Peningkatan Jumlah dan Ragam Sumber Belajar Bermutu
Peningkatan jumlah dan ragam sumber belajar bermutu di sekolah menjadi kebutuhan yang harus dilaksanakan oleh sekolah. Perkembangan ilmu pengetahuan yang begitu cepat dalam era digital menuntut pembaharuan dan penambahan pengetahuan baru di lingkungan sekolah. Dalam hal ini, sekolah dituntut dapat meningkatkan jumlah dan ragam sumber belajar bermutu bagi warga sekolahnya, terutama untuk peserta didik. Beberapa hal yang bisa dilakukan oleh sekolah dalam peningkatan jumlah dan ragam sumber belajar bermutu terkait literasi digital di lingkungan sekolah adalah sebagai berikut.
a. Meningkatnya jumlah pelatihan literasi digital yang diikuti kepala sekolah, guru, dan tenaga kependidikan;
b. Meningkatnya intensitas penerapan dan pemanfaatan literasi digital dalam kegiatan pembelajaran; dan
c. Meningkatnya pemahaman kepala sekolah, guru, tenaga kependidikan, dan siswa dalam menggunakan media digital dan internet.
2. Basis Budaya Sekolah
a. Jumlah dan variasi bahan bacaan dan alat peraga berbasis digital;
b. Frekuensi peminjaman buku bertema digital;
c. Jumlah kegiatan di sekolah yang memanfaatkan teknologi dan informasi;
d. Jumlah penyajian informasi sekolah dengan menggunakan media digital atau situs laman;
e. Jumlah kebijakan sekolah tentang penggunaan dan pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi dan komunikasi di lingkungan sekolah; dan
f. Tingkat pemanfaatan dan penerapan teknologi informasi dan komunikasi dan komunikasi dalam hal layanan sekolah (misalnya, rapor-e, pengelolaan keuangan, dapodik, pemanfaatan data siswa, profil sekolah, dsb.).
3. Basis Masyarakat
a. Jumlah sarana dan prasarana yang mendukung literasi digital di sekolah; dan
b. Tingkat keterlibatan orang tua, komunitas, dan lembaga dalam pengembangan literasi digital.
3.2 Strategi Gerakan Literasi Digital di SekolahLiterasi digital sekolah harus dikembangkan sebagai mekanisme pembelajaran terintegrasi dalam kurikulum atau setidaknya terkoneksi dengan sistem belajar mengajar. Siswa perlu ditingkatkan keterampilannya, guru perlu ditingkatkan pengetahuan dan kreativitasnya dalam proses pengajaran literasi digital, dan kepala sekolah perlu memfasilitasi guru atau tenaga kependidikan dalam mengembangkan budaya literasi digital sekolah.
3.2.1 Penguatan Kapasitas Fasilitator
Penguatan aktor atau fasilitator literasi di lingkungan sekolah ditekankan pada pelatihan kepala sekolah, pengawas, guru, dan tenaga kependidikan tentang literasi digital. Pelatihan-pelatihan tersebut terkait dengan penggunaan atau pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi dalam pengembangan sekolah, misalnya, kepala sekolah dan pengawas diberikan pelatihan tentang penggunaan media digital dalam manajemen sekolah, guru diberikan pelatihan tentang pemanfaatan media digital dalam pembelajaran, serta peserta didik didorong untuk menggunakan teknologi informasi dan komunikasi secara cerdas dan bijaksana. Pelatihan di sini juga ditekankan pada keteladanan yang diberikan oleh kepala sekolah, guru, dan tenaga kependidikan terkait dengan penerapan literasi digital di lingkungan sekolah.
3.2.2 Peningkatan Jumlah dan Ragam Sumber Belajar Bermutu
Peningkatan jumlah dan ragam sumber belajar bermutu di sekolah menjadi kebutuhan yang harus dilaksanakan oleh sekolah. Perkembangan ilmu pengetahuan yang begitu cepat dalam era digital menuntut pembaharuan dan penambahan pengetahuan baru di lingkungan sekolah. Dalam hal ini, sekolah dituntut dapat meningkatkan jumlah dan ragam sumber belajar bermutu bagi warga sekolahnya, terutama untuk peserta didik. Beberapa hal yang bisa dilakukan oleh sekolah dalam peningkatan jumlah dan ragam sumber belajar bermutu terkait literasi digital di lingkungan sekolah adalah sebagai berikut.
1. Penambahan Bahan Bacaan Literasi Digital di Perpustakaan
Perpustakaan menjadi salah satu jantung pengetahuan sekolah. Penambahan bahan bacaan literasi dalam berbagai bentuk sumber belajar perlu ditingkatkan. Misalnya, menyediakan bahan bacaan bertemakan digital, menyediakan bahan bacaan dalam bentuk salinan lunak, atau penyediaan alat peraga sebagai sumber belajar terkait dengan literasi digital.
2. Penyediaan Situs-Situs Edukatif sebagai Sumber Belajar Warga Sekolah
Situs edukatif dapat digunakan oleh seluruh warga sekolah. Misalnya, guru dapat menggunakan situs ruangguru.com atau belajar.indonesiamengajar.org atau situs lain untuk mengembangkan pengetahuan diri terkait dengan pembelajaran. Kepala sekolah dapat menggunakan situs sahabatkeluarga. kemdikbud.go.id atau sekolahaman.kemdikbud.go.id sebagai sumber belajar untuk pengembangan sekolah.
3. Penggunaan Aplikasi-Aplikasi Edukatif sebagai Sumber Belajar Warga Sekolah
Aplikasi-aplikasi edukatif yang bisa digunakan oleh warga sekolah adalah Jelajah Seru, Anak Cerdas, 101 lagu Anak-Anak, Kumpulan Dongeng, dan sebagainya. Kepala sekolah dan guru dapat mengarahkan peserta didik untuk menggunakan aplikasi- aplikasi tersebut untuk menambah pengetahuan dan kreativitas. Guru juga dapat mengaitkan aplikasi-aplikasi tersebut dalam pembelajaran.
4. Pembuatan Mading Sekolah dan Mading Kelas
Majalah dinding yang sering disebut mading adalah sarana yang dapat digunakan warga sekolah dalam menyediakan sumber informasi dan untuk belajar. Dalam kaitannya dengan literasi digital, warga sekolah dapat mengisi konten mading dengan hal- hal bertemakan digital atau memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk memperoleh informasi dalam pembuatan karyanya.
3.2.3 Perluasan Akses Sumber Belajar Bermutu dan Cakupan Peserta Belajar
Perpustakaan menjadi salah satu jantung pengetahuan sekolah. Penambahan bahan bacaan literasi dalam berbagai bentuk sumber belajar perlu ditingkatkan. Misalnya, menyediakan bahan bacaan bertemakan digital, menyediakan bahan bacaan dalam bentuk salinan lunak, atau penyediaan alat peraga sebagai sumber belajar terkait dengan literasi digital.
2. Penyediaan Situs-Situs Edukatif sebagai Sumber Belajar Warga Sekolah
Situs edukatif dapat digunakan oleh seluruh warga sekolah. Misalnya, guru dapat menggunakan situs ruangguru.com atau belajar.indonesiamengajar.org atau situs lain untuk mengembangkan pengetahuan diri terkait dengan pembelajaran. Kepala sekolah dapat menggunakan situs sahabatkeluarga. kemdikbud.go.id atau sekolahaman.kemdikbud.go.id sebagai sumber belajar untuk pengembangan sekolah.
3. Penggunaan Aplikasi-Aplikasi Edukatif sebagai Sumber Belajar Warga Sekolah
Aplikasi-aplikasi edukatif yang bisa digunakan oleh warga sekolah adalah Jelajah Seru, Anak Cerdas, 101 lagu Anak-Anak, Kumpulan Dongeng, dan sebagainya. Kepala sekolah dan guru dapat mengarahkan peserta didik untuk menggunakan aplikasi- aplikasi tersebut untuk menambah pengetahuan dan kreativitas. Guru juga dapat mengaitkan aplikasi-aplikasi tersebut dalam pembelajaran.
4. Pembuatan Mading Sekolah dan Mading Kelas
Majalah dinding yang sering disebut mading adalah sarana yang dapat digunakan warga sekolah dalam menyediakan sumber informasi dan untuk belajar. Dalam kaitannya dengan literasi digital, warga sekolah dapat mengisi konten mading dengan hal- hal bertemakan digital atau memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk memperoleh informasi dalam pembuatan karyanya.
3.2.3 Perluasan Akses Sumber Belajar Bermutu dan Cakupan Peserta Belajar
1. Penyediaan Komputer dan Akses Internet di Sekolah
Penyediaan komputer dan akses internet merupakan salah satu upaya yang penting dalam perkembangan ilmu pengatahuan pada era digital ini. Sumber belajar yang dibutuhkan dapat diperoleh dengan menggunakan akses internet dengan sangat cepat dan efisien. Kebutuhan warga sekolah terutama peserta didik dalam mempelajari ilmu teknologi informasi dan komunikasi harus ditunjang dengan ketersediaan perangkat komputer dan internet di sekolah.
2. Penyediaan Informasi Melalui Media Digital
Penyediaan layar dan papan informasi digital di beberapa titik strategis di lingkungan sekolah dapat membantu warga sekolah dalam memperoleh informasi dan pengetahuan baru. Konten- konten perkembangan ilmu pengetahuan dunia, fakta-fakta sains sederhana, berita-berita terkini, permainan edukatif yang menantang, dan lain sebagainya dapat ditampilkan dan disediakan sebagai penambahan wawasan warga sekolah.
3.2.4 Peningkatan Pelibatan Publik
1. Sharing Session
Sharing session dapat dilakukan dengan mengundang pakar untuk berbagi bagaimana mereka mengaplikasikan teknologi digital di dalam profesi dan kehidupan sehari-hari.
Pelibatan para pakar, praktisi, dan profesional secara personal atau kelembagaan yang berkaitan dengan dunia teknologi informasi dan komunikasi di sekolah dapat meningkatkan literasi digital warga sekolah melalui berbagai kegiatan yang menyenangkan, seperti pada kelas inspirasi dan kelas berbagi. Materi yang dibagikan oleh pakar, praktisi, dan profesional dapat disesuaikan dengan kebutuhan warga sekolah.
2. Pelibatan Para Pemangku Kepentingan
Para pemangku kepentingan yang dimaksudkan di sini adalah pemerintah pusat, pemerintah daerah, dunia usaha dan industri, relawan pendidikan, dan media. Pelibatan semua pemangku kepentingan dalam rangka pengembangan literasi digital di sekolah dapat dilakukan dalam berbagai bentuk, misalnya, membuat aktivitas literasi digital dalam bentuk pameran karya peserta didik dalam hal literasi digital, menyediakan sarana dan prasarana pendukung literasi digital, dan memfasilitasi pelatihan fasilitator literasi digital di lingkungan sekolah.
3. Penguatan Forum Bersama Orang Tua dan Masyarakat
Forum bersama antara sekolah, orang tua, dan masyarakat di sekitar lingkungan sekolah sudah diwadahi melalui komite sekolah. Forum yang melibatkan orang tua dan masyarakat dalam segala hal terkait dengan perkembangan sekolah, terutama yang akan berdampak peserta didik, perlu disesuaikan dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang semakin canggih. Misalnya, dengan menggunakan media sosial, komunikasi antara orang tua dan sekolah dapat terjalin dengan baik dan cepat. Forum bersama juga dapat mengimbau orang tua untuk terlibat dalam mengontrol peserta didik dalam mengakses gawai dan internet di luar sekolah.
3.2.5 Penguatan Tata Kelola
Penyediaan komputer dan akses internet merupakan salah satu upaya yang penting dalam perkembangan ilmu pengatahuan pada era digital ini. Sumber belajar yang dibutuhkan dapat diperoleh dengan menggunakan akses internet dengan sangat cepat dan efisien. Kebutuhan warga sekolah terutama peserta didik dalam mempelajari ilmu teknologi informasi dan komunikasi harus ditunjang dengan ketersediaan perangkat komputer dan internet di sekolah.
2. Penyediaan Informasi Melalui Media Digital
Penyediaan layar dan papan informasi digital di beberapa titik strategis di lingkungan sekolah dapat membantu warga sekolah dalam memperoleh informasi dan pengetahuan baru. Konten- konten perkembangan ilmu pengetahuan dunia, fakta-fakta sains sederhana, berita-berita terkini, permainan edukatif yang menantang, dan lain sebagainya dapat ditampilkan dan disediakan sebagai penambahan wawasan warga sekolah.
3.2.4 Peningkatan Pelibatan Publik
1. Sharing Session
Sharing session dapat dilakukan dengan mengundang pakar untuk berbagi bagaimana mereka mengaplikasikan teknologi digital di dalam profesi dan kehidupan sehari-hari.
Pelibatan para pakar, praktisi, dan profesional secara personal atau kelembagaan yang berkaitan dengan dunia teknologi informasi dan komunikasi di sekolah dapat meningkatkan literasi digital warga sekolah melalui berbagai kegiatan yang menyenangkan, seperti pada kelas inspirasi dan kelas berbagi. Materi yang dibagikan oleh pakar, praktisi, dan profesional dapat disesuaikan dengan kebutuhan warga sekolah.
2. Pelibatan Para Pemangku Kepentingan
Para pemangku kepentingan yang dimaksudkan di sini adalah pemerintah pusat, pemerintah daerah, dunia usaha dan industri, relawan pendidikan, dan media. Pelibatan semua pemangku kepentingan dalam rangka pengembangan literasi digital di sekolah dapat dilakukan dalam berbagai bentuk, misalnya, membuat aktivitas literasi digital dalam bentuk pameran karya peserta didik dalam hal literasi digital, menyediakan sarana dan prasarana pendukung literasi digital, dan memfasilitasi pelatihan fasilitator literasi digital di lingkungan sekolah.
3. Penguatan Forum Bersama Orang Tua dan Masyarakat
Forum bersama antara sekolah, orang tua, dan masyarakat di sekitar lingkungan sekolah sudah diwadahi melalui komite sekolah. Forum yang melibatkan orang tua dan masyarakat dalam segala hal terkait dengan perkembangan sekolah, terutama yang akan berdampak peserta didik, perlu disesuaikan dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang semakin canggih. Misalnya, dengan menggunakan media sosial, komunikasi antara orang tua dan sekolah dapat terjalin dengan baik dan cepat. Forum bersama juga dapat mengimbau orang tua untuk terlibat dalam mengontrol peserta didik dalam mengakses gawai dan internet di luar sekolah.
3.2.5 Penguatan Tata Kelola
1. Pengembangan Sistem Adminstrasi secara Elektronik (administrasi-e)
Sekolah mengembangkan sistem administrasi secara digital melalui penyediaan aplikasi atau format yang memudahkan sekolah dalam mengadministrasikan segala keperluan sekolah. Misalnya, dalam mencatat data peserta didik, daftar pengeluaran sekolah, dan lain-lain. Petugas administrasi sekolah juga dilatih dengan keterampilan dalam mengelola administrasi dengan memanfaatkan sistem administrasi berbasis elektronik.
2. Pembuatan Kebijakan Sekolah tentang Literasi Digital
Pembuatan kebijakan sekolah terkait dengan pemanfaatan teknologi dan media digital dapat mendukung pengembangan sekolah yang lebih baik dan inovatif. Misalnya, guru diwajibkan menggunakan media pembelajaran berbasis teknologi, menggunakan aplikasi rapor yang terintegrasi dengan kepala sekolah dan orang tua, mengimbau peserta didik untuk bermain aplikasi permainan edukatif tertentu, menggunakan akses gawai dan internet pada waktu-waktu tertentu, mengelola perpustakaan sekolah dengan memanfaatkan teknologi dan media digital, dan mengelola sarana prasarana tentang teknologi yang baik dan berkala.
BAB 4 GERAKAN LITERASI DIGITAL DI KELUARGA
4.1 Sasaran Gerakan Literasi Digital di Keluarga
Tujuan dari penguatan budaya literasi digital di keluarga terutama bagi anak-anak adalah untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis, kreatif, dan positif dalam menggunakan media digital dalam kehidupan sehari-hari. Orang tua juga diharapkan mampu secara bijak dan tepat mengarahkan dan mengembangkan budaya literasi digital di keluarga. Selain itu, penguatan budaya literasi di keluarga juga meningkatkan kemampuan anggota keluarga dalam menggunakan dan mengelola media digital (teknologi informasi dan komunikasi) secara bijak, cerdas, cermat, dan tepat untuk membina komunikasi dan interaksi antaranggota keluarga dengan lebih harmonis serta untuk mendapatkan informasi yang bermanfaat bagi kebutuhan keluarga. Akan tetapi, sasaran literasi digital dalam keluarga yang lebih spesifik adalah sebagai berikut.
- Meningkatnya jumlah dan variasi bahan bacaan literasi digital yang dimiliki keluarga;
- Meningkatnya frekuensi membaca bahan bacaan literasi digital dalam keluarga setiap harinya;
- Meningkatnya jumlah bacaan literasi digital yang dibaca oleh anggota keluarga;
- Meningkatnya frekuensi akses anggota keluarga terhadap penggunaan internet secara bijak;
- Meningkatnya intensitas pemanfaatan media digital dalam berbagai kegiatan di keluarga; dan
- Meningkatnya jumlah pelatihan literasi digital yang aplikatif dan berdampak pada keluarga.
4.2 Strategi Gerakan Literasi Digital di Keluarga
Strategi pengembangan literasi digital keluarga dimulai dari orang tua karena orang tua harus menjadi teladan literasi dalam menggunakan media digital. Orang tua harus menciptakan lingkungan sosial yang komunikatif dalam keluarga, khususnya dengan anak. Membangun interaksi antara orang tua dan anak dalam pemanfaatan media digital dapat berupa diskusi, saling menceritakan pemanfaatan media digital yang positif. Langkah selanjutnya dalam strategi pengembangan literasi digital dalam keluarga adalah mengenalkan materi dasar yang diberikan kepada anggota keluarga, yaitu ayah, ibu, dan anak, antara lain, dengan melakukan hal-hal berikut.
4.2.1 Penguatan Kapasitas Faslititator
Penyuluhan tentang internet sehat kepada orang tua. Penguatan literasi digital untuk orang tua dapat dilakukan melalui penyuluhan, seminar, dan pelatihan tentang bagaimana menggunakan internet sehat. Orang tua diajarkan menggunakan situs yang aman yang bisa digunakan oleh anak, diajarkan cara menggunakan media sosial dengan bijaksana, cara memaksimalkan internet dalam mencari informasi dan pengetahuan, dan sebagainya.
4.2.2 Peningkatan Jumlah dan Ragam Sumber Belajar Bermutu
1. Penyediaan Bahan Bacaan Terkait Media Digital di Rumah
Peningkatan jumlah dan ragam bahan bacaan bertema teknologi informasi dan komunikasi dalam bentuk koran, majalah, buku, dan dalam bentuk salinan lunak yang dapat diakses melalui komputer dan gawai.
2. Pemilihan Acara Televisi dan Radio yang Edukatif
Pemilihan acara televisi dan radio yang edukatif bagi anggota keluarga terutama pada anak dapat menjadi sumber pengetahuan. Orang tua wajib menyaring acara-acara yang layak ditonton dan didengar oleh anak. Dari acara televisi dan radio yang edukatif tersebut anak juga mendapatkan bahan pembelajaran dan kegiatan literasi yang menyenangkan di keluarga.
3. Pemilihan Situs dan Aplikasi Edukatif sebagai Sumber Belajar Anggota Keluarga
Situs dan aplikasi edukatif dapat digunakan oleh anggota keluarga. Misalnya, orang tua dapat menggunakan situs sahabatkeluarga.kemdikbud.go.id atau keluargakita.com atau situs yang lain untuk mengembangkan pengetahuan diri terkait dengan keluarga. Anak dapat membuka situs dan aplikasi untuk menambah pengetahuan dan mengasah kreativitasnya, seperti aplikasi anak cerdas, tebak gambar, permainan matematika, atau situs seperti kbbi.kemdikbud.go.id, inibudi.com, dan sebagainya.
4.2.3 Perluasan Akses Sumber Belajar Bermutu dan Cakupan Peserta Belajar
1. Penyediaan Komputer, Laptop, Gawai, dan Akses Internet di Keluarga
Penyediaan komputer dan akses internet merupakan salah satu upaya penting dalam perkembangan ilmu pengatahuan pada era digital ini. Sumber belajar yang dibutuhkan dapat diperoleh dengan menggunakan akses internet dengan sangat cepat dan efisien. Kebutuhan keluarga terutama anak dalam mempelajari ilmu teknologi informasi dan komunikasi harus ditunjang dengan ketersediaan perangkat komputer dan internet yang ada di rumah. Orang tua dan anak dapat mengikuti kelas daring tentang beragam pengetahuan dan keterampilan.
2. Penyediakan Televisi dan Radio Sebagai Sumber Informasi dan Pengetahuan
Televisi dan radio dapat digunakan sebagai sumber informasi dan pengetahuan bagi anggota keluarga. Saat ini televisi banyak dikembangkan dan disambungkan dengan acara televisi dari berbagai saluran dunia melalui TV kabel. Dengan demikian, anggota keluarga memiliki banyak pilihan untuk menentukan stasiun TV dan acara yang dapat mengembangkan pengetahuan dan keterampilan keluarga.
4.2.4 Peningkatan Pelibatan Publik
Sharing Session
Sharing session dapat dilakukan dengan mengundang pakar, praktisi, dan relawan yang didukung oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah, dunia usaha dan industri, relawan pendidikan, dan media untuk berbagi informasi tentang cara mereka mengaplikasikan teknologi digital di dalam profesi dan kehidupan sehari-hari.
Pelibatan para pakar, praktisi, dan relawan secara personal atau kelembagaan ini berkaitan dengan penggunaan dan pemanfaatannya teknologi informasi dan komunikasi untuk keluarga. Kegiatan sharing session dapat dilakukan melalui kegiatan yang ada di sekolah dan masyarakat, tetapi fokus pembahasannya disesuaikan dengan kebutuhan pengembangan literasi digital pada keluarga.
4.2.5 Penguatan Tata Kelola
1. Pembuatan Kesepakatan atau Aturan Keluarga
Pembuatan kesepakatan atau aturan keluarga terkait dengan pemanfaatan dan penggunaan teknologi dan media digital dapat mendukung pengembangan diri anggota keluarga terutama anak. Misalnya, mengimbau anak untuk bermain aplikasi permainan edukatif tertentu, menggunakan akses gawai, televisi, dan internet pada waktu-waktu tertentu.
2. Pendampingan
Keluarga ikut mendampingi dalam penggunaan media digital sebagai sarana pengembangan literasi (keselamatan dan keamanan media digital). Pendampingan keluarga terutama orang tua kepada anak dalam menggunakan alat elektronik dan mengakses internet di rumah menjadi hal yang sangat penting di tengah bebasnya arus informasi. Orang tua harus mendampingi anak dalam hal menggunakan internet untuk membantu tugas sekolah, mengawasi fitur yang boleh dipakai dan tidak boleh dipakai, menjaga kesopanan dalam berkomunikasi di media sosial, memastikan informasi yang didapat berasal dari sumber yang tepercaya dan dapat dipertanggungjawabkan, menjaga agar anak tidak mengirimkan atau mengunggah pesan, gambar, dan video yang dapat menyakiti orang lain, dan lain-lain.
BAB 5 GERAKAN LITERASI DIGITAL DI MASYARAKAT
5.1 Sasaran Gerakan Literasi Digital di Masyarakat
Kecerdasan bermedia di masyarakat sangat penting. Saat ini penggunaan media digital di dunia telah menjadi gaya hidup, yang terkoneksi dengan teknologi informasi. Pertumbuhan media digital memungkinkan pergeseran perilaku masyarakat. Keterbukaan informasi di media sosial tidak dibarengi dengan kecerdasan bermedia untuk menganalisis data dan konten yang ada.
Tujuan literasi digital di masyarakat adalah mengedukasi masyarakat dalam memanfaatkan teknologi dan komunikasi dengan menggunakan teknologi digital dan alat-alat komunikasi atau jaringan untuk menemukan, mengevaluasi, menggunakan, mengelola, dan membuat informasi secara bijak dan kreatif. Selain itu, literasi digital juga bertujuan untuk menggunakan media digital secara bertanggung jawab, mengetahui aspek-aspek dan konsekuensi hukum terkait dengan UU No. 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Fitur-fitur yang perlu dipahami mencakup dasar-dasar komputer, penggunaan internet dan program-program produktif, keamanan dan kerahasiaan, gaya hidup digital, dan kewirausahaan. Selain itu, terdapat juga sasaran spesifik yang ingin dicapai sebagai berikut.
5.2 Strategi Gerakan Literasi Digital di Masyarakat
5.2.1 Penguatan Kapasitas Fasilitator
Peningkatan jumlah dan ragam bahan bacaan bertema teknologi informasi dan komunikasi dalam bentuk koran, majalah, buku, dan dalam bentuk salinan lunak yang dapat diakses melalui komputer dan gawai.
2. Pemilihan Acara Televisi dan Radio yang Edukatif
Pemilihan acara televisi dan radio yang edukatif bagi anggota keluarga terutama pada anak dapat menjadi sumber pengetahuan. Orang tua wajib menyaring acara-acara yang layak ditonton dan didengar oleh anak. Dari acara televisi dan radio yang edukatif tersebut anak juga mendapatkan bahan pembelajaran dan kegiatan literasi yang menyenangkan di keluarga.
3. Pemilihan Situs dan Aplikasi Edukatif sebagai Sumber Belajar Anggota Keluarga
Situs dan aplikasi edukatif dapat digunakan oleh anggota keluarga. Misalnya, orang tua dapat menggunakan situs sahabatkeluarga.kemdikbud.go.id atau keluargakita.com atau situs yang lain untuk mengembangkan pengetahuan diri terkait dengan keluarga. Anak dapat membuka situs dan aplikasi untuk menambah pengetahuan dan mengasah kreativitasnya, seperti aplikasi anak cerdas, tebak gambar, permainan matematika, atau situs seperti kbbi.kemdikbud.go.id, inibudi.com, dan sebagainya.
4.2.3 Perluasan Akses Sumber Belajar Bermutu dan Cakupan Peserta Belajar
1. Penyediaan Komputer, Laptop, Gawai, dan Akses Internet di Keluarga
Penyediaan komputer dan akses internet merupakan salah satu upaya penting dalam perkembangan ilmu pengatahuan pada era digital ini. Sumber belajar yang dibutuhkan dapat diperoleh dengan menggunakan akses internet dengan sangat cepat dan efisien. Kebutuhan keluarga terutama anak dalam mempelajari ilmu teknologi informasi dan komunikasi harus ditunjang dengan ketersediaan perangkat komputer dan internet yang ada di rumah. Orang tua dan anak dapat mengikuti kelas daring tentang beragam pengetahuan dan keterampilan.
2. Penyediakan Televisi dan Radio Sebagai Sumber Informasi dan Pengetahuan
Televisi dan radio dapat digunakan sebagai sumber informasi dan pengetahuan bagi anggota keluarga. Saat ini televisi banyak dikembangkan dan disambungkan dengan acara televisi dari berbagai saluran dunia melalui TV kabel. Dengan demikian, anggota keluarga memiliki banyak pilihan untuk menentukan stasiun TV dan acara yang dapat mengembangkan pengetahuan dan keterampilan keluarga.
4.2.4 Peningkatan Pelibatan Publik
Sharing Session
Sharing session dapat dilakukan dengan mengundang pakar, praktisi, dan relawan yang didukung oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah, dunia usaha dan industri, relawan pendidikan, dan media untuk berbagi informasi tentang cara mereka mengaplikasikan teknologi digital di dalam profesi dan kehidupan sehari-hari.
Pelibatan para pakar, praktisi, dan relawan secara personal atau kelembagaan ini berkaitan dengan penggunaan dan pemanfaatannya teknologi informasi dan komunikasi untuk keluarga. Kegiatan sharing session dapat dilakukan melalui kegiatan yang ada di sekolah dan masyarakat, tetapi fokus pembahasannya disesuaikan dengan kebutuhan pengembangan literasi digital pada keluarga.
4.2.5 Penguatan Tata Kelola
1. Pembuatan Kesepakatan atau Aturan Keluarga
Pembuatan kesepakatan atau aturan keluarga terkait dengan pemanfaatan dan penggunaan teknologi dan media digital dapat mendukung pengembangan diri anggota keluarga terutama anak. Misalnya, mengimbau anak untuk bermain aplikasi permainan edukatif tertentu, menggunakan akses gawai, televisi, dan internet pada waktu-waktu tertentu.
2. Pendampingan
Keluarga ikut mendampingi dalam penggunaan media digital sebagai sarana pengembangan literasi (keselamatan dan keamanan media digital). Pendampingan keluarga terutama orang tua kepada anak dalam menggunakan alat elektronik dan mengakses internet di rumah menjadi hal yang sangat penting di tengah bebasnya arus informasi. Orang tua harus mendampingi anak dalam hal menggunakan internet untuk membantu tugas sekolah, mengawasi fitur yang boleh dipakai dan tidak boleh dipakai, menjaga kesopanan dalam berkomunikasi di media sosial, memastikan informasi yang didapat berasal dari sumber yang tepercaya dan dapat dipertanggungjawabkan, menjaga agar anak tidak mengirimkan atau mengunggah pesan, gambar, dan video yang dapat menyakiti orang lain, dan lain-lain.
BAB 5 GERAKAN LITERASI DIGITAL DI MASYARAKAT
5.1 Sasaran Gerakan Literasi Digital di Masyarakat
Kecerdasan bermedia di masyarakat sangat penting. Saat ini penggunaan media digital di dunia telah menjadi gaya hidup, yang terkoneksi dengan teknologi informasi. Pertumbuhan media digital memungkinkan pergeseran perilaku masyarakat. Keterbukaan informasi di media sosial tidak dibarengi dengan kecerdasan bermedia untuk menganalisis data dan konten yang ada.
Tujuan literasi digital di masyarakat adalah mengedukasi masyarakat dalam memanfaatkan teknologi dan komunikasi dengan menggunakan teknologi digital dan alat-alat komunikasi atau jaringan untuk menemukan, mengevaluasi, menggunakan, mengelola, dan membuat informasi secara bijak dan kreatif. Selain itu, literasi digital juga bertujuan untuk menggunakan media digital secara bertanggung jawab, mengetahui aspek-aspek dan konsekuensi hukum terkait dengan UU No. 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Fitur-fitur yang perlu dipahami mencakup dasar-dasar komputer, penggunaan internet dan program-program produktif, keamanan dan kerahasiaan, gaya hidup digital, dan kewirausahaan. Selain itu, terdapat juga sasaran spesifik yang ingin dicapai sebagai berikut.
- Meningkatnya jumlah dan variasi bahan bacaan literasi digital yang dimiliki setiap fasilitas publik;
- Meningkatnya frekuensi membaca bahan bacaan literasi digital setiap hari;
- Meningkatnya jumlah bahan bacaan literasi digital yang dibaca oleh masyarakat setiap hari;
- Meningkatnya jumlah partisipasi aktif komunitas, lembaga atau instansi dalam penyediaan bahan bacaan literasi digital;
- Meningkatnya jumlah fasilitas publik yang mendukung literasi digital;
- Meningkatnya jumlah kegiatan literasi digital yang ada di masyarakat;
- Meningkatnya partisipasi aktif masyarakat dalam kegiatan literasi digital;
- Meningkatnya jumlah pelatihan literasi digital yang aplikatif dan berdampak pada masyarakat;
- Meningkatnya pemanfaatan media digital dan internet dalam memberikan akses informasi dan layanan publik;
- Meningkatnya pemahaman masyarakat terkait penggunaan internet dan UU ITE;
- Meningkatnya angka ketersediaan akses dan pengguna (melek) internet di suatu daerah; dan
- Meningkatnya jumlah pelatihan literasi digital yang aplikatif dan berdampak pada masyarakat.
5.2 Strategi Gerakan Literasi Digital di Masyarakat
5.2.1 Penguatan Kapasitas Fasilitator
1. Pelatihan Penggunaan Aplikasi atau Perangkat Digital
Penggunaan aplikasi atau perangkat digital dalam berliterasi di era digital saat ini sangatlah penting. Untuk itu perlu pelatihan atau sosialisasi kepada para pegiat literasi atau yang memiliki hobi membaca buku untuk memiliki aplikasi, seperti Goodreads, Google Play Books, atau Aldiko Book Reader pada telepon pintar (smartphone) yang mereka miliki.
2. Pelatihan Penulisan dan Pembuatan Blog Atau Media Jurnal Harian Daring
Media digital untuk menuangkan hasil tulisan saat ini sangat beragam, seperti menuangkan tulisan pada blog, Facebook, situs berita daring, dan sebagainya. Untuk itu pelatihan menulis, memiliki akun, serta cara menuangkan tulisan pada akun tersebut menjadi salah satu hal yang perlu didorong kepada para pegiat literasi agar tulisan yang telah dibuat dapat dibaca oleh banyak orang.
Penggunaan aplikasi atau perangkat digital dalam berliterasi di era digital saat ini sangatlah penting. Untuk itu perlu pelatihan atau sosialisasi kepada para pegiat literasi atau yang memiliki hobi membaca buku untuk memiliki aplikasi, seperti Goodreads, Google Play Books, atau Aldiko Book Reader pada telepon pintar (smartphone) yang mereka miliki.
2. Pelatihan Penulisan dan Pembuatan Blog Atau Media Jurnal Harian Daring
Media digital untuk menuangkan hasil tulisan saat ini sangat beragam, seperti menuangkan tulisan pada blog, Facebook, situs berita daring, dan sebagainya. Untuk itu pelatihan menulis, memiliki akun, serta cara menuangkan tulisan pada akun tersebut menjadi salah satu hal yang perlu didorong kepada para pegiat literasi agar tulisan yang telah dibuat dapat dibaca oleh banyak orang.
3. Pelatihan Penggunaan Perangkat atau Aplikasi Internet yang Bijaksana
Penguatan literasi digital untuk pegiat literasi dapat dilakukan melalui seminar atau pelatihan tentang cara menggunakan internet sehat. Pegiat diajarkan cara menggunakan media sosial dengan bijaksana dengan cara menulis atau menebar konten tulisan yang positif, dapat menganalisis dan mencari kebenaran informasi yang didapatkan agar tidak menebar berita bohong (hoaks), memaksimalkan internet dalam mencari informasi dan pengetahuan yang berguna untuk masyarakat, dan sebagainya.
4. Sosialisasi Bahan Referensi tentang Hukum dan Etika dalam Menggunakan Media Digital
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik perlu disosialisasikan kepada masyarakat melalui para pegiat literasi. Penggunaan informasi yang sangat bebas perlu ditunjang dengan aturan yang ada agar setiap orang dapat memajukan pemikiran dan dan kemampuan di bidang penggunaan dan pemanfaatan teknologi informasi seoptimal mungkin dan secara bertanggung jawab. Selain itu, adanya sosialisasi aturan ini dapat memberikan rasa aman, keadilan, dan kepastian hukum bagi pengguna dan penyelenggara teknologi informasi.
5.2.2 Peningkatan Jumlah dan Ragam Sumber Belajar Bermutu
1. Penyediaan Sumber Belajar tentang Teknologi Informasi dan Komunikasi di Ruang Publik
Peningkatan jumlah dan ragam bahan bacaan bertema teknologi informasi dan komunikasi dalam bentuk koran, majalah, atau buku di ruang publik, seperti stasiun, terminal, bandara, taman bacaan masyarakat, dan perpustakaan umum. Selain itu, sumber belajar berbentuk salinan lunak atau informasi digital juga perlu diperbanyak dan diletakkan pada sarana umum yang tersedia, misalnya, komputer atau layar digital yang ada di ruang publik atau dalam bentuk salinan lunak yang dapat diakses melalui komputer dan gawai.
2. Penyebaran Informasi dan Pengetahuan Melalui Media Sosial
Media sosial, seperti pos-el (email), Whatsapp, Line, Facebook, dan Blackberry Messenger sudah dimiliki oleh sebagian besar masyarakat. Pemanfaatan media sosial ini dapat digunakan sebagai penyebaran informasi dan pengetahuan sebagai bentuk sumber belajar masyarakat. Namun, masyarakat perlu kritis dan bijak dalam menyebarkan informasi dan pengetahuan yang dibuat atau yang diperolehnya.
5.2.3 Perluasan Akses Sumber Belajar dan Cakupan Peserta Belajar
1. Penyediaan Akses Internet di Ruang Publik
Penyediaan akses internet merupakan salah satu upaya yang penting dalam perkembangan ilmu pengetahuan pada era digital ini. Sumber belajar yang dibutuhkan dapat diperoleh dengan menggunakan akses internet dengan sangat cepat dan efisien. Kebutuhan masyarakat dalam memperoleh pengetahuan dan mengasah keterampilan harus ditunjang oleh kesediaan oleh akses internet yang ada di masyarakat. Misalnya, di desa terdapat pojok internet khusus yang disediakan untuk masyarakat; pada ruang publik lainnya, seperti perpustakaan umum, terminal, bandara, pelabuhan dapat disediakan akses internet untuk masyarakat.
2. Penyediaan Informasi Melalui Media Digital di Ruang Publik
Penyediaan layar dan papan informasi digital di ruang publik dapat membantu masyarakat dalam memperoleh informasi dan pengetahuan baru. Layar informasi yang ada di bandara, stasiun, terminal, pelabuhan, persimpangan jalan strategis, dan pasar dapat diisi dengan konten-konten perkembangan ilmu pengetahuan dunia, fakta-fakta sains sederhana, berita- berita terkini, permainan edukatif yang menantang, dan sebagainya. Semuanya dapat ditampilkan dan disediakan sebagai penambahan wawasan masyarakat.
5.2.4 Peningkatan Pelibatan Publik
1. Sharing Session
Sharing session dapat dilakukan dengan mengundang pakar untuk berbagi tentang cara mereka mengaplikasikan teknologi digital di dalam profesi dan kehidupan sehari-hari. Pelibatan para pakar, praktisi, dan profesional secara personal atau kelembagaan yang berkaitan dengan dunia teknologi informasi dan komunikasi di masyarakat dapat meningkatkan literasi digital masyarakat melalui berbagai kegiatan yang menyenangkan, seperti pada kelas inspirasi dan kelas berbagi. Materi yang dibagikan oleh pakar, praktisi, dan profesional dapat disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat. Kegiatan sharing session dapat dilakukan dengan berkolaborasi dengan organisasi-organisasi yang ada di masyarakat, seperti karang taruna, PKK, komunitas baca, dan lain-lain.
2. Pelibatan Para Pemangku Kepentingan
Pemangku kepentingan yang dimaksudkan di sini adalah pemerintah pusat, pemerintah daerah, dunia usaha dan industri, media, dan relawan pendidikan. Pelibatan semua pemangku kepentingan dalam rangka pengembangan literasi digital di masyarakat dapat dilakukan dalam berbagai bentuk, misalnya, membuat kegiatan/aktivitas literasi digital dalam bentuk pameran digital, menyediakan sarana dan prasarana pendukung literasi digital, dan memfasilitasi pelatihan fasilitator literasi digital di lingkungan masyarakat, khususnya untuk para pegiat literasi.
5.2.5 Penguatan Tata Kelola
Penguatan literasi digital untuk pegiat literasi dapat dilakukan melalui seminar atau pelatihan tentang cara menggunakan internet sehat. Pegiat diajarkan cara menggunakan media sosial dengan bijaksana dengan cara menulis atau menebar konten tulisan yang positif, dapat menganalisis dan mencari kebenaran informasi yang didapatkan agar tidak menebar berita bohong (hoaks), memaksimalkan internet dalam mencari informasi dan pengetahuan yang berguna untuk masyarakat, dan sebagainya.
4. Sosialisasi Bahan Referensi tentang Hukum dan Etika dalam Menggunakan Media Digital
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik perlu disosialisasikan kepada masyarakat melalui para pegiat literasi. Penggunaan informasi yang sangat bebas perlu ditunjang dengan aturan yang ada agar setiap orang dapat memajukan pemikiran dan dan kemampuan di bidang penggunaan dan pemanfaatan teknologi informasi seoptimal mungkin dan secara bertanggung jawab. Selain itu, adanya sosialisasi aturan ini dapat memberikan rasa aman, keadilan, dan kepastian hukum bagi pengguna dan penyelenggara teknologi informasi.
5.2.2 Peningkatan Jumlah dan Ragam Sumber Belajar Bermutu
1. Penyediaan Sumber Belajar tentang Teknologi Informasi dan Komunikasi di Ruang Publik
Peningkatan jumlah dan ragam bahan bacaan bertema teknologi informasi dan komunikasi dalam bentuk koran, majalah, atau buku di ruang publik, seperti stasiun, terminal, bandara, taman bacaan masyarakat, dan perpustakaan umum. Selain itu, sumber belajar berbentuk salinan lunak atau informasi digital juga perlu diperbanyak dan diletakkan pada sarana umum yang tersedia, misalnya, komputer atau layar digital yang ada di ruang publik atau dalam bentuk salinan lunak yang dapat diakses melalui komputer dan gawai.
2. Penyebaran Informasi dan Pengetahuan Melalui Media Sosial
Media sosial, seperti pos-el (email), Whatsapp, Line, Facebook, dan Blackberry Messenger sudah dimiliki oleh sebagian besar masyarakat. Pemanfaatan media sosial ini dapat digunakan sebagai penyebaran informasi dan pengetahuan sebagai bentuk sumber belajar masyarakat. Namun, masyarakat perlu kritis dan bijak dalam menyebarkan informasi dan pengetahuan yang dibuat atau yang diperolehnya.
5.2.3 Perluasan Akses Sumber Belajar dan Cakupan Peserta Belajar
1. Penyediaan Akses Internet di Ruang Publik
Penyediaan akses internet merupakan salah satu upaya yang penting dalam perkembangan ilmu pengetahuan pada era digital ini. Sumber belajar yang dibutuhkan dapat diperoleh dengan menggunakan akses internet dengan sangat cepat dan efisien. Kebutuhan masyarakat dalam memperoleh pengetahuan dan mengasah keterampilan harus ditunjang oleh kesediaan oleh akses internet yang ada di masyarakat. Misalnya, di desa terdapat pojok internet khusus yang disediakan untuk masyarakat; pada ruang publik lainnya, seperti perpustakaan umum, terminal, bandara, pelabuhan dapat disediakan akses internet untuk masyarakat.
2. Penyediaan Informasi Melalui Media Digital di Ruang Publik
Penyediaan layar dan papan informasi digital di ruang publik dapat membantu masyarakat dalam memperoleh informasi dan pengetahuan baru. Layar informasi yang ada di bandara, stasiun, terminal, pelabuhan, persimpangan jalan strategis, dan pasar dapat diisi dengan konten-konten perkembangan ilmu pengetahuan dunia, fakta-fakta sains sederhana, berita- berita terkini, permainan edukatif yang menantang, dan sebagainya. Semuanya dapat ditampilkan dan disediakan sebagai penambahan wawasan masyarakat.
5.2.4 Peningkatan Pelibatan Publik
1. Sharing Session
Sharing session dapat dilakukan dengan mengundang pakar untuk berbagi tentang cara mereka mengaplikasikan teknologi digital di dalam profesi dan kehidupan sehari-hari. Pelibatan para pakar, praktisi, dan profesional secara personal atau kelembagaan yang berkaitan dengan dunia teknologi informasi dan komunikasi di masyarakat dapat meningkatkan literasi digital masyarakat melalui berbagai kegiatan yang menyenangkan, seperti pada kelas inspirasi dan kelas berbagi. Materi yang dibagikan oleh pakar, praktisi, dan profesional dapat disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat. Kegiatan sharing session dapat dilakukan dengan berkolaborasi dengan organisasi-organisasi yang ada di masyarakat, seperti karang taruna, PKK, komunitas baca, dan lain-lain.
2. Pelibatan Para Pemangku Kepentingan
Pemangku kepentingan yang dimaksudkan di sini adalah pemerintah pusat, pemerintah daerah, dunia usaha dan industri, media, dan relawan pendidikan. Pelibatan semua pemangku kepentingan dalam rangka pengembangan literasi digital di masyarakat dapat dilakukan dalam berbagai bentuk, misalnya, membuat kegiatan/aktivitas literasi digital dalam bentuk pameran digital, menyediakan sarana dan prasarana pendukung literasi digital, dan memfasilitasi pelatihan fasilitator literasi digital di lingkungan masyarakat, khususnya untuk para pegiat literasi.
5.2.5 Penguatan Tata Kelola
1. Pembuatan Kesepakatan atau Aturan
Kesepakatan atau aturan dalam komunitas dan pemerintah desa atau daerah terkait dengan pemanfaatan dan penggunaan teknologi dan media digital dibuat berdasarkan kebutuhan dan perkembangan setiap daerah. Misalnya, pemerintah mengimbau masyarakat untuk menggunakan akses gawai, televisi, atau internet pada waktu-waktu tertentu, menggunakan fasilitas teknologi informasi dan komunikasi yang tersedia secara bergantian dan teratur; komunitas membuat aturan, yaitu dengan mewajibkan anggotanya untuk menulis di blog atau media digital lainnya.
2. Pengalokasian Anggaran Khusus dalam Dana Desa
Pengalokasian anggaran khusus dalam dana desa dapat ditujukan untuk membiayai sarana prasarana dan pendampingan masyarakat terkait dengan pengembangan literasi digital. Sarana prasarana tentang teknologi informasi dan komunikasi yang ada di desa perlu dikelola dengan baik agar keberlanjutan dan kebermanfaatannya dapat terus digunakan oleh masyarakat. Pemanfaatan dana desa tidak hanya untuk menjaga sarana prasarana, tetapi juga untuk membekali petugas pengelola dengan pengetahuan dan keterampilan agar dapat mengoperasikan sarana prasarana teknologi informasi dan komunikasi tersebut. Misalnya, sebuah desa yang memiliki pojok internet untuk masyarakat dalam rangka desa melek internet dan juga mengadakan sosialisasi kepada masyarakat terkait dengan pemanfaatan fasilitas yang telah disediakan tersebut.
BAB 6 PENUTUP
Pengembangan literasi digital dapat dilakukan di ranah sekolah, keluarga, dan masyarakat. Dengan literasi digital sekolah, siswa, guru, tenaga kependidikan, dan kepala sekolah diharapkan memiliki kemampuan untuk mengakses, memahami, serta menggunakan media digital, alat-alat komunikasi, dan jaringannya. Dengan kemampuan tersebut mereka dapat membuat informasi baru dan menyebarkannya secara bijak. Selain mampu mengusai dasar-dasar komputer, internet, program-program produktif, serta keamanan dan kerahasiaan sebuah aplikasi, peserta didik juga diharapkan memiliki gaya hidup digital sehingga semua aktivitas kesehariannya tidak terlepas dari pola pikir dan perilaku masyarakat digital yang serba efektif dan efisien.
Dalam literasi digital keluarga, orang tua merupakan garda terdepan dalam proses literasi digital di ranah keluarga. Ayah dan ibu merupakan pendidik pertama dan utama. Keluarga wajib melindungi anak-anaknya dari berbagai pengaruh negatif lingkungan, termasuk media digital. Pengembangan literasi digital keluarga lebih menekankan pada pentingnya mengoptimalkan pemanfaatan konten positif dan menyaring konten negatif. Dalam hal ini, keluarga merupakan benteng utama dalam membendung pengaruh negatif bagi anak.
Literasi digital masyarakat dapat dikembangkan melalui kelompok pengajian, PKK, karang taruna, komunitas hobi, dan organisasi masyarakat. Literasi digital merupakan alat penting untuk mengatasi berbagai persoalan sosial, seperti pornografi dan perundungan (bullying). Literasi digital membuat masyarakat dapat mengakses, memilah, dan memahami berbagai jenis informasi yang dapat digunakan untuk meningkatkan kualitas hidup, seperti kesehatan, keahlian, dan keterampilan.
Pembelajaran literasi digital juga harus melibatkan pemahaman mengenai nilai-nilai universal yang harus ditaati oleh setiap pengguna, seperti kebebasan berekspresi, privasi, keberagaman budaya, hak intelektual, hak cipta, dan sebagainya. Literasi digital membuat seseorang dapat berinteraksi dengan baik dan positif dengan lingkungannya. Dengan demikian, literasi digital perlu dikembangkan di keluarga, sekolah, dan masyarakat sebagai bagian dari pembelajaran sepanjang hayat.
Kesepakatan atau aturan dalam komunitas dan pemerintah desa atau daerah terkait dengan pemanfaatan dan penggunaan teknologi dan media digital dibuat berdasarkan kebutuhan dan perkembangan setiap daerah. Misalnya, pemerintah mengimbau masyarakat untuk menggunakan akses gawai, televisi, atau internet pada waktu-waktu tertentu, menggunakan fasilitas teknologi informasi dan komunikasi yang tersedia secara bergantian dan teratur; komunitas membuat aturan, yaitu dengan mewajibkan anggotanya untuk menulis di blog atau media digital lainnya.
2. Pengalokasian Anggaran Khusus dalam Dana Desa
Pengalokasian anggaran khusus dalam dana desa dapat ditujukan untuk membiayai sarana prasarana dan pendampingan masyarakat terkait dengan pengembangan literasi digital. Sarana prasarana tentang teknologi informasi dan komunikasi yang ada di desa perlu dikelola dengan baik agar keberlanjutan dan kebermanfaatannya dapat terus digunakan oleh masyarakat. Pemanfaatan dana desa tidak hanya untuk menjaga sarana prasarana, tetapi juga untuk membekali petugas pengelola dengan pengetahuan dan keterampilan agar dapat mengoperasikan sarana prasarana teknologi informasi dan komunikasi tersebut. Misalnya, sebuah desa yang memiliki pojok internet untuk masyarakat dalam rangka desa melek internet dan juga mengadakan sosialisasi kepada masyarakat terkait dengan pemanfaatan fasilitas yang telah disediakan tersebut.
BAB 6 PENUTUP
Pengembangan literasi digital dapat dilakukan di ranah sekolah, keluarga, dan masyarakat. Dengan literasi digital sekolah, siswa, guru, tenaga kependidikan, dan kepala sekolah diharapkan memiliki kemampuan untuk mengakses, memahami, serta menggunakan media digital, alat-alat komunikasi, dan jaringannya. Dengan kemampuan tersebut mereka dapat membuat informasi baru dan menyebarkannya secara bijak. Selain mampu mengusai dasar-dasar komputer, internet, program-program produktif, serta keamanan dan kerahasiaan sebuah aplikasi, peserta didik juga diharapkan memiliki gaya hidup digital sehingga semua aktivitas kesehariannya tidak terlepas dari pola pikir dan perilaku masyarakat digital yang serba efektif dan efisien.
Dalam literasi digital keluarga, orang tua merupakan garda terdepan dalam proses literasi digital di ranah keluarga. Ayah dan ibu merupakan pendidik pertama dan utama. Keluarga wajib melindungi anak-anaknya dari berbagai pengaruh negatif lingkungan, termasuk media digital. Pengembangan literasi digital keluarga lebih menekankan pada pentingnya mengoptimalkan pemanfaatan konten positif dan menyaring konten negatif. Dalam hal ini, keluarga merupakan benteng utama dalam membendung pengaruh negatif bagi anak.
Literasi digital masyarakat dapat dikembangkan melalui kelompok pengajian, PKK, karang taruna, komunitas hobi, dan organisasi masyarakat. Literasi digital merupakan alat penting untuk mengatasi berbagai persoalan sosial, seperti pornografi dan perundungan (bullying). Literasi digital membuat masyarakat dapat mengakses, memilah, dan memahami berbagai jenis informasi yang dapat digunakan untuk meningkatkan kualitas hidup, seperti kesehatan, keahlian, dan keterampilan.
Pembelajaran literasi digital juga harus melibatkan pemahaman mengenai nilai-nilai universal yang harus ditaati oleh setiap pengguna, seperti kebebasan berekspresi, privasi, keberagaman budaya, hak intelektual, hak cipta, dan sebagainya. Literasi digital membuat seseorang dapat berinteraksi dengan baik dan positif dengan lingkungannya. Dengan demikian, literasi digital perlu dikembangkan di keluarga, sekolah, dan masyarakat sebagai bagian dari pembelajaran sepanjang hayat.
Download Buku Literasi Digital (Materi Pendukung Gerakan Literasi Nasional)
Selengkapnya mengenai susunan dan isi berkas Buku Literasi Digital (Materi Pendukung Gerakan Literasi Nasional) ini silahkan lihat dan unduh pada link di bawah ini:Buku Literasi Digital (Materi Pendukung Gerakan Literasi Nasional)
Download File:
Buku Literasi Digital (Materi Pendukung Gerakan Literasi Nasional).pdf
Demikian yang bisa kami sampaikan mengenai keterangan berkas dan share file Buku Literasi Digital (Materi Pendukung Gerakan Literasi Nasional). Semoga bisa bermanfaat.